Palangka Raya, Jurnalborneo.co.id – Kematian Dr. Ir. Yusurum Jagau, MS beberapa waktu lalu menyisakan kegundahan dari keluarga dekat almarhum.
Melalui Ir. Kepas Rangkai, keluarga mengklarifikasi sekaligus membantah pernyataan yang dikeluarkan oleh Tim Tanggap Darurat COVID-19 Universitas Palangka Raya (UPR) yang menyebutkan Yusurum Jagau, meninggal dunia terindikasi terinfeksi COVID-19.
“Kami keluarga besar almarhum keberatan dan risih akibat pernyataan tersebut yang sudah beredar di mana-mana. Kami tegaskan almarhum meninggal dunia karena penyakit kanker usus stadium 4 dan telah menyerang paru-parunya,” tegas ipar (sindah) almarhum ini.
Dijelaskannya, pada bulan Mei 2019 almarhum melakukan operasi pertama dan operasi kedua di bulan Februari 2020 di Surabaya. Selanjutnya direncanakan pada tanggal 9 Maret 2020 akan menjalani Cemotheraphy di RS Pondok Indah Jakarta supaya tidak menyerang paru-paru dan jantung.
“Namun tidak jadi karena situasi di Jakarta tanggap darurat corona. Akibatnya almarhum mengalami sesak nafas sehingga dibawa ke RS Siloam Palangka Raya pada tanggal 29 Maret 2020 lalu dirujuk ke RS Doris Sylvanus. Belum sempat dirawat, almarhum menghembuskan nafas terakhirnya,” terang Kepas menceritakan kronologis sebenarnya.
Sesuai protap sakit paru-paru RS Doris Sylvanus, tambahnya, maka pemakaman almarhum dilaksanakan sesuai pemakaman protap Covid-19.
“Jadi sekali lagi kami tegaskan kematian almarhum Yusurum Jagau, bukan karena Covid-18 tapi karena kanker usus stadium 4 yang diidapnya,” katanya.
Akibat pernyataan Tim Tanggap Darurat COVID-19 Universitas Palangka Raya yang beredar di medsos, Kepas menyampaikan berdampak tidak baik seperti terkena hukuman sosial dan sangat merugikan keluarga besar almarhum.
Sekedar informasi, dikutip dari harian Kalteng Pos (hal 7) tanggal 31 Maret 2020, Wakil Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 Kalteng dr. Suyuti Syamsul meluruskan informasi yang beredar luas adanya warga yang meninggal dunia yang pemakamannya diberlakukan seperti pasien Covid-19.
Pihaknya menyampaikan bahwa meninggalnya orang tersebut belum sempat dilakukan pemeriksaan SWAB ole tim medis RS Doris Sylvanus.
“Berkenaan dengan penguburan yang menggunakan APD lantaran pasien tersebut memiliki gejala seperti penderita Covid-19, tetapi tidak ada bukti sehingga tidak dapat dikatakan orang tersebut meninggal karena Covid-19,” ungkapnya kepada awak media. (fer)