PALANGKARAYA, jurnalborneo.co.id — Belasan Rukun Tetangga (RT) Desa Pelantaran, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, membuat pernyataan, atas aksi premanisme yang terjadi di lahan perkebunan kelapa sawit beberapa waktu lalu. Masyarakat Desa Pelantaran sepakat, aksi premanisme yang diduga dilakukan oleh Acen alias Hok Kim membuat keresahan di wilayah mereka.
Berdasarkan artikel yang diberitakan sebelumnya, jika tindakan premanisme yang dimaksud diduga merupakan orang bayaran yang telah diperintah Hok Kim untuk mengganggu masyarakat saat bekerja di kebun sawit.
Buntut aksi premanisme tersebut membuat 11 dari 12 Rukun Tetangga (RT) Desa Pelantaran membuat surat pernyataan. Kesepakatan itu ditandatangani seluruh Ketua RT setempat bersama Enam RW yang ada.
Pada Pernyataan tersebut, masyarakat setempat meminta agar Hok Kim tidak mengulangi perbuatan serupa yang membuat warga resah atas ulahnya. Dalam surat Pernyataan tersebut, ada lima poin pernyataan sikap masyarakat, diantaranya meminta Acen segera menghentikan tindakan tidak taat terhadap hukum adat yang telah diputuskan melalui sidang adat Basara Hai serta Tidak lagi melakukan tindakan premanisme dengan melakukan penyerangan terhadap karyawan dan masyarakat yang bekerja di kebun Alpin Cs.
Surat pernyataan sikap dari masyarakat Pelantaran tersebut turut didukung Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pelantaran dan Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Cempaga Hulu.
Menyusul adanya dukungan dari seluruh pihak di Desa Pelantaran, masyarakat kemudian bermaksud untuk masuk ke dalam kebun guna memulai kembali aktivitas seperti sedia kala, Selasa (14/3/2023).
Mereka datang dengan turut membawa hasil putusan Basara Hai yang memenangkan Alpin Cs sebagai pemilik sah lahan perkebunan kelapa sawit tersebut. Namun Aksi masyarakat tersebut mendapat halangan dari aparat kepolisian Polsek Cempaga Hulu.
Ketua RT 12 RW O6, Desa Pelantaran, Jaman, saat di wawancarai, mengharapkan agar perselisihan sengketa lahan yang terjadi antar dua pihak itu dapat segera diselesaikan. Mengingat dampak dari penyerangan yang diduga dilakukan Hok Kim sangat membuat resah masyarakat.
“Banyak masyarakat yang semula bekerja disini kemudian berhenti karena adanya konflik. Saya harapkan semoga permasalahan ini cepat selesai, sehingga masyarakat dapat kembali bekerja tanpa ada rasa takut, ” ucapnya.
Hal seeupa juga diungkapkan Juru bicara masyarakat Pelantaran, Sugianto. Dirinya menuturkan jika masyarakat datang ke kebun karena berpegang teguh dengan putusan Basara Hai disertaidukungan dari seluruh RT.
“Kami masyarakat adat berpegang teguh pada hukum adat, sebelum adanya putusan yang inkracht dan menggugurkan putusan Basara Hai. Terlebih tidak ada satu pun surat yang menyatakan jika kebun ini dalam status quo, ” pungkasnya.
Sedangkan Kapolsek Cempaga Hulu, Ipda Ahmad Januar mengungkapkan, kehadiran pihaknya ke kebun ini sebatas mengamankan Kamtibmas akibat kerawanan yang terjadi akibat sengketa. Meskipun ia mengaku memang belum ada keputusan menyebutkan jika kebun tersebut dalam status quo.
“Status quo diterbitkan oleh pengadilan, dan memang sampai saat ini belum ada. Namun kehadiran kami disini untuk menjaga Kamtibmas sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan pemilik sah Kebun,” jelasnya. (Mads)