Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Palangka Raya menjatuhkan vonis 15 bulan penjara kepada mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pulang Pisau, Salahudin.
Salahudin selaku Pengguna Anggaran (PA) dinilai Hakim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi pengadaan herbisida dan bibit tanaman sengon Tahun Anggaran 2020 secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsidair.
Dalam kasus korupsi tersebut bukan hanya Salahudin seorang saja yang jadi terdakwa tetapi lima orang. Terdakwa lainnya adalah Rahmad Kartolo selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK).
Kemudian Direktur CV Citra Jaya yang merupakan pelaksana proyek dan pemberi kuasa direksi, Purwanto dan Nanang Rusmiadi serta Amiek Suratna sebagai penerima kuasa dari direksi dan komanditer.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Salahudin oleh karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun dan tiga bulan dan pidana denda Rp50 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,” kata Hakim Tipikor Palangka Raya, Senin (12/6/2023) sore.
Majelis Hakim Tipikor Palangka Raya juga menjatuhkan vonis kepada empat terdakwa lain karena dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi pengadaan herbisida dan bibit tanaman sengon TA 2020 secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan subsidair.
Rahmad Kartolo divonis pidana penjara selama satu tahun dan tiga bulan dan pidana denda Rp50 juta subsidair tiga bulan penjara. Nanang Rusmiadi divonis penjara selama satu tahun dan enam bulan serta pidana denda sejumlah Rp50 juta subdidair tiga bulan penjara.
Nanang juga mendapat pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp169,276 juta. Jika tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Apabila Nanang tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama satu tahun.
Amiek Suratna divonis penjara selama satu tahun dan tiga bulan dan denda Rp50 juta subsidair tiga bulan sedangkan Purwanto dipidana penjara selama satu tahun dan denda Rp50 juta subdidair pidana kurungan selama dua bulan.
“Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan menetapkan terdakwa tetap ditahan,” ucap Hakim.
Sehubungan putusan tersebut, Henricho Fransiscust selaku Penasihat Hukum terdakwa Salahudin, Nanang Rusmiadi dan Amiek Suratna mengatakan berdasarkan fakta persidangan vonis yang diterima kliennya semestinya paling lama hanya satu tahun.
Dia beralasan, karena seluruh bibit sengon yang dibeli telah disampaikan ke penerima yakni kelompok tani dan itu ada bukti berita acaranya. Kliennya betanggung jawab hanya sampai di situ bukannya sampai bibit ditanam.
kliennya juga tidak bertanggung jawab terkait banyaknya bibit sengon yang mati. Kondisi itu banyak faktor penyebabnya diantaranya kondisi tanah dan cuaca serta apakah setelah menerima, masyarakat langsung menanam atau tidak.
“Tetapi dalam konteks mengurangi kualitas tidak ada dan bibitnya berdasarkan benih yang berkualitas,” ucap pengacara muda ini.
Dia membeberkan, dalam fakta persidangan terungkap kliennya Nanang Rusmiadi dan Amiek Suratna justru yang ditipu oleh seseorang yang bernama Agung selaku penyedia benih yang menyatakan seluruh bibit bersertifikat. Faktanya, ternyata pada bagian belakangan yang diterima tidak bersertifikat.
“Seharusnya Agung dikenakan juga oleh jaksa. Pokja juga semestinya dikenakan oleh jaksa karena Pokja yang meloloskan dan menerima bibit tidak bersertifikat,” tegasnya.
Diakhir penjelasannya, Henricho menyampaikan ketiga kliennya menerima vonis tersebut meski sebelumnya dalam persidangan terdakwa Nanang Rusmiadi menyatakan pikir-pikir sama dengan pernyataan JPU pada Kejari Pulang Pisau. (fer)