Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Ketua Umum Kalteng Watch, Ir. Men Gumpul mengatakan tanah timbunan dan pasir pasang yang digunakan dalam pembangunan Saluran Primer Ring Drain Pengendali Banjir Kota Sampit (Sei Mentawa) senilai Rp22,16 miliar terindikasi diambil dari tempat Galian C yang tidak memiliki perizinan yang sah.
Pembelian tanah timbunan dan pasir pasang diduga melanggar Undang-undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Selain itu, dikatakannya, saluran primer yang dikerjakan terlihat tidak lurus maksimal seperti yang masyarakat inginkan. Saluran terkesan tidak memiliki estetika yang sedap dipandang.
“Ini kan proyek pemerintah yang didanai oleh pajak masyarakat maka sudah semestinya taat kepada peraturan dan hasilnya berkualitas maksimal dan dari segi estetika sedap dipandang dan menambah keindahan kota,” ucap Men Gumpul di Palangka Raya, Sabtu (2/9/2023).
Sewaktu dikonfirmasi secara tertulis, Kepala SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Balai Wilayah Sungai Kalimantan (BWSK) II Palangka Raya, Hayatuddin Tuasikal tidak menyangkal ataupun membenarkan tudingan Ketua Umum Kalteng Watch bahwa tanah timbunan dan pasir pasang diduga dibeli bukan dari tempat Galian C yang tidak memiliki perizinan yang sah.
Dalam suratnya, dia menyampaikan, tanah timbunan dan pasir pasang selama ini dibeli secara konvensional (langsung) dengan para pengusaha supir truk. Dia berdalih yang penting pajaknya dibayar.
“Untuk pembayaran pajak terkait Galian C untuk tanah urug yang sudah dibeli nantinya akan dibayarkan oleh kontraktor langsung kepada Dispenda sesuai ketentuan,” ucapnya.
Apabila pembayaran pajak belum dilakukan, sambungnya, maka pekerjaan tidak akan dilakukan serah terima. Sayangnya, dia tidak menyebutkan berapa banyak kubikasi volume tanah timbunan yang digunakan.
“Kubikasi volume tanah timbunan disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan,” kelitnya.
Dia menjelaskan, panjang saluran yang direncanakan sekitar 1,4km yang terdiri dari sisi kiri dan kanan masing-masing 0,7km. Lebar saluran dari luar ke luar 11m dan tinggi bangunan dari dasar saluran 3,4m.
Item pekerjaa terdiri dari galian tanah, bangunan beton L-Gutter, box culvert dan pagar handrail serta pemasangan paving jogging track.
Terhadap tudingan hasil pekerjaan yang tidak lurus dia menjawab, hal itu disebabkan pekerjaan berada pada tanah gambut yang banyak dipengaruhi daya dukung tanah, penurunan dan kuat geser tanah sehingga bangunan tidak lurus maksimal.
Meski demikian, dia mengaku telah memerintahkan kepada penyedia jasa untuk melakukan perbaikan bangunan yang tidak lurus.
“Pekerjaan yang dilaksanakan di lapangan sudah sesuai spesifikasi teknis yang terdapat dalam kontrak,” tegasnya.
Terhadap penjelasan Hayatuddin Tuasikal itu Men Gumpul hanya tersenyum simpul seraya mengatakan “Bagaimana kalau tanah yang dibeli tidak memiliki legalitas bukannya berarti pihak BWSK II Palangka Raya turut melanggar hukum?” (fer)