SAMPIT, Jurnalborneo.co.id – Eks lokalisasi di Jalan Jenderal Sudirman km 12 Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah kembali menjadi sorotan karena dikabarkan kembali beroperasi, sementara sebelumnya beberapa kali tim pemerintah daerah melakukan razia ke tempat itu, hasilnya selalu nihil.
“Selama ini setiap ada razia ke sana selalu berakhir dengan nihil. Mungkin informasi sudah bocor duluan. Ini harus dibenahi,” kata anggota Komisi III DPRD Kotawaringin Timur Riskon Fabiansyah di Sampit, Selasa.
Tiga lokalisasi di Kotawaringin Timur ditutup secara serentak pada 5 Desember 2017 lalu. Tiga lokalisasi itu yakni Jalan Jenderal Sudirman km 12 Kelurahan Pasir Putih Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, lokalisasi di Desa Tangar Kecamatan Mentaya Hulu, serta lokalisasi di Desa Mekar Jaya dan Bukit Harapan Kecamatan Parenggean.
Saat itu ada 239 pekerja seks komersial yang tersebar di tiga lokalisasi itu dan sebagian dan lebih dari separuhnya bersedia dipulangkan ke kampung halaman mereka.
Saat itu pemerintah pusat memberi bantuan berupa bantuan jatah hidup Rp2.250.000, bantuan stimulan ekonomi produktif Rp3 juta, dan transportasi lokal Rp250.000. Bantuan dengan total Rp5,5 juta itu baru bisa dicairkan setelah pekerja seks komersial tiba di kampung halaman mereka.
Setelah beberapa tahun berlalu, sering santer beredar kabar bahwa eks lokalisasi di km 12 kembali buka. Meski hanya beberapa orang, namun kabar itu menjadi sorotan masyarakat.
Anehnya ketika tim dari pemerintah daerah mendatangi lokasi itu, kawasan yang berdiri di atas tanah pemerintah daerah itu sepi seperti tidak berpenghuni. Hal itu diduga karena informasi rencana penertiban itu bocor, namun kabarnya kawasan itu kembali ramai ketika petugas sudah pulang.
Menurut Riskon, sudah menjadi rahasia umum bahwa ada yang kembali beroperasi di eks lokalisasi itu. Dia mengaku bingung jika instansi terkait selalu gagal memergoki kegiatan yang sudah dilarang tersebut.
Riskon berharap pemerintah daerah lebih serius menangani masalah ini. Jika dibiarkan, eks lokalisasi itu dikhawatirkan akan kembali ramai dan bisa menimbulkan keresahan serta gejolak di masyarakat.
Ini juga menjadi momentum bagi pemerintah daerah melaksanakan Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat. Peraturan daerah yang sudah disahkan itu diharapkan menjadi dasarnya kuat bagi Satuan Polisi Pamong Praja untuk mengambil tindakan, bersinergi dengan Dinas Sosial dan instansi terkait lainnya.
“Apalagi dengan kepala Satpol PP yang baru, tentu besar harapan kita agar penertiban ini bisa maksimal. Terlebih, Satpol PP sudah diperkuat beberapa orang PPNS (penyidik pegawai negeri sipil) sehingga bisa memproses jika ditemukan terjadi pelanggaran,” jelas Riskon.
Riskon juga menyampaikan aspirasi masyarakat setempat yang sering disampaikan saat reses anggota dewan. Warga berharap pemerintah daerah menghibahkan tanah di kawasan eks lokalisasi itu sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.Tim