KOTAWARINGIN TIMUR, JurnalBorneo.co.id – Kelapa dalam merupakan komoditas pekebunan primadona masyarakat pesisir Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Guna menjaga eksistensi kawasan itu sebagai sentra penghasil kelapa dalam nomor tiga se-Indonesia, Himpunan Masyarakat Tani Nelayan Indonesia (Himtani) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) aktif melakukan pembinaan petani, terutama agar mereka tak tergiur beralih membudidayakan kelapa sawit.
Ketua DPD Himtani Kalteng Drs H Nurul Edy MSi saat melakukan kunjungan ke Samuda, akhir pekan tadi menjelaskan, kawasan sentra perkebunan kelapa dalam di Kotim ini antara lain, Kecamatan Teluk Sampit, Pulau Hanaut, Mentaya Hilir Selatan, dan Mentaya Hilir Utara. Sebagian lagi masuk di wilayah pesisir Kabupaten Seruyan.
Dibincangi wartawan usai memberikan paparan pada “Diskusi Kajian Masa Jeda Kepala Daerah Definitif se-Kalteng” yang digelar di Kuala Pembuang, Kabupaten Seruyan bersama tokoh KAHMI, Universitas Muhammadiyah Palangka Raya, dan Bawaslu Kabupaten Seruyan, Nurul Edy menyebut era keemasan perkebunan kelapa dalam di daerah ini pernah terjadi di akhir periode orde baru, akhir tahun 90-an.
“Perkebunan kelapa dalam ini merupakan usaha turun temurun masyarakat di daerah ini. Pada saat krisis moneter sekitar tahun 1997, harga kelapa per biji naik Rp500 sampai Rp600. Harga yang tinggi saat itu. Pendapatan petani meningkat drastis. Istilahnya, banyak petani yang kaya mendadak,” tutur mantan Asisten II Setda Provinsi Kalteng yang pernah menjabat sebagai Camat Pulau Hanaut, Katingan Kuala, dan Mentaya Hilir Selatan itu.
Dia melanjutkan, saat ini harga kelapa tertahan di kisaran Rp1.400 hingga Rp1.500. Kondisi demikian menyebabkan sejumlah petani tergiur beralih membudidayakan kelapa sawit yang harga tandan buah segarnya (TBS) kini bisa mencapai Rp155 per kilogram.
“Himtani mendorong masyarakat di daerah ini tetap konsisten membudidayakan kelapa dalam, karena tetap lebih menguntungkan dan cocok dengan kondisi geografis di sini. Untuk komoditas kelapa sawit lebih cocok di kawasan Kotawaringin ke arah barat,” sebut Nurul Edy yang menemui masyarakat Samuda didampingi Ketua Bidang Media Massa Himtani Kalteng H Sutransyah.
Dijelaskannya, nilai ekonomis pekebunan kelapa dalam dibandingkan kelapa sawit, antara lain, harga jual hasil panen yang lebih stabil alias tidak fluktuatif seperti kelapa sawit, biaya tanam, perawatan, dan pemupukan yang lebih murah, masa panen relatif lebih cepat, usia produktif berbuah lebih panjang (mencapai 50 tahun), tingkat permintaan yang stabil untuk mencukupi kebutuhan nasional maupun ekspor ke mancanegara, serta pola tanam yang sudah sangat dipahami masyarakat setempat.
“Sayang jika keuntungan-keuntungan ini tidak kita pertahankan. Karena itu, Himtani Kalteng berupaya mendorong petani tetap menekuni perkebunan kelapa dalam ini,” lanjut mantan Pj. Bupati Kotawaringin Barat dan Sukamara ini.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan Himtani Kalteng, di antaranya mendorong penambahan area perkebunan kelapa baru, menjembatani petani dengan pihak penyedia bibit kelapa unggul, serta merangkul investor penyerap hasil produksi petani kelapa dalam.
Untuk penambahan area tanam kelapa dalam, saat ini sudah tersedia lahan baru siap tanam dengan luasan sekitar 5 ribu Hektare (Ha). Lokasinya terbentang dari ujung Kecamatan Mentaya Hilir Utara hingga Desa Parebok, Kecamatan Teluk Sampit.
Kemudian, Himtani Kalteng juga sudah menjalin kerja sama dengan pihak penyedia bibit kelapa unggul yang dapat berbuah di usia 2,5 hingga 3 tahun sejak ditanam, memiliki tingkat produktivitas buah yang lebat, serta daging kelapa dalam yang tebal.
“Untuk penyerapan hasil produksi petani kelapa dalam, sudah ada pula investor yang berminat, bahkan siap membantu permodalan. Jadi, masyarakat petani bisa fokus pada pembudidayaan dan pengelolaan dengan pola kemitraan yang saling menguntungkan,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Nurul Edy, Himtani Kalteng terus berkoordiansi dengan pemerintah daerah serta dinas terkait dalam upaya pembinaan petani serta perizinan usaha. (Shah/ red)