JAKARTA, JurnalBorneo.co.id – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui satu permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan Restorative Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif dalam tindak pidana narkotika, Selasa (22/11/2022).
“Adapun berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dan disetujui untuk direhabilitasi yaitu tersangka Apriyanto Yusuf alias Apris dari Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Ketut Sumedana di Jakarta.
Dia menjelaskan tersangka Apris disangka melanggar Kesatu Pasal 111 Ayat (1) subsidair Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tes urine, tersangka Apris positif menggunakan narkotika jenis Benzodiazepin. Tersangka Apris menyimpan 5 linting ganja yang telah diakui bahwa barang tersebut adalah miliknya.
Alasan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yakni barang bukti yang ditemukan masih dalam klasifikasi pemakaian satu hari, tersangka dikategorikan pengguna narkotika tipe A yakni pengguna narkotika teratur pakai dengan tingkat adiksi ringan.
Kemudian tersangka tidak berperan sebagai produsen, bandar, pengedar, dan kurir terkait jaringan peredaran gelap narkotika, tersangka memiliki kontrol diri yang lemah sehingga mudah dipengaruhi lingkungan dan mampu menemukan potensi dalam dirinya untuk dikembangkan.
Selanjutnya, JAM Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kota Gorontalo untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa. (Puspenkum Kejagung/red)