PALANGKA RAYA, Jurnalborneo.co.id – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Kalimantan Tengah berusaha turut serta meningkatkan literasi media kepada masyarakat dan memberikan dukungan kepada televisi penyiaran lokal di wilayah setempat agar bisa secepatnya beradaptasi serta mengakses seluruh kebutuhan berkaitan migrasi televisi analog ke televisi digital pada April 2022 mendatang.
”Nasib televisi lokal agar tetap survive bersiaran dan kesiapan publik di Kalteng menerima migrasi televisi analog ke televisi digital inilah yang menjadi perhatian kami,” tandas Ketua IJTI Kalteng H. Tantawi Jauhari, kepada jurnalborneo.co.id di Palangka Raya, Jumat (3/12).
Awi, sapaan akrabnya mengatakan migrasi TV analog ke TV digital sudah bukan merupakan wacana lagi, tetapi sudah menjadi program transformasi digital nasional yang harus diimplementasikan di seluruh wilayah di tanah air, termasuk Kalteng pada April 2022 mendatang.
Dalam hal ini, kata dia, anggota IJTI Kalteng banyak dari TV lokal, sehingga pihaknya konsen memikirkan kesiapan, begitu juga dari masyarakat maupun lembaga penyiaran, khususnya televisi lokal untuk bermigrasi dari analog ke digital.
“Harus ada komitmen pemerintah menggandeng penyelenggara multiplekser (mux) yang mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan infrastruktur alat set top box (STB) kepada masyarakat. Itu adalah kesiapan mutlak yang harus dipenuhi, karena masyarakat tidak bisa mengakses siaran TV digital jika tidak ada alat tersebut dan tidak semua masyarakat mampu membeli alat tersebut khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah,” terangnya lugas.
Lebih jauh H. Awi menjelaskan, media penyiaran televisi lokal di Kalteng pun membutuhkan persiapan finansial untuk menambah alat-alat atau infrastruktur yang mendukung alih analog ke digital.
Sebab, sambungnya, konsekuensinya ketika program digitalisasi televisi lokal yang eksisting ini harus membayar kepada koordinator mux yang tidaklah murah. Sehingga pihaknya berharap pemerintah memperhatikan televisi lokal dengan cara memberikan kebijakan khusus yang bisa dijangkau dan logis agar bisa survive atau eksis ketika bermigrasi.
“Literasi publik juga harus diperhatikan, masyarakat harus diberikan edukasi karena konsekuensi dari digitalisasi yang tidak bisa dibendung adalah masyarakat akan diserbu informasi dari berbagai media penyiaran yang ada di Kalteng. Sehingga mereka perlu disiapkan mental dan literasinya untuk menerima TV digital,” pungkas Kontributor Metro TV wilayah Palangka Raya ini.
Sementara itu, Sekretaris IJTI Pengda Kalteng, Imam M. Mangkunegara, mengatakan, migrasi televisi analog ke digital atau Analog Switch Off (ASO) kalau dikelola secara benar, dinilai akan membuka peluang bagi penyiaran lokal untuk lebih maju.
“Migrasi TV analog ke digital ini sesungguhnya adalah opportunity bagi TV lokal, artinya mereka sudah enggak lagi ditakdirkan untuk kecil, dan nantinya dapat bersaing,” ujar Imam yang juga Direktur Utama Dayak TV ini.
Bicara soal digital, saat analog beralih ke digital, Imam menjelaskan akan ada fungsi terpisah menjadi dua — ada yang berperan sebagai pemasok konten atau content provider dan ada pula yang berperan sebagai broadcaster, yang mentransmisikan siaran televisi.
Sementara pada analog, televisi lokal memiliki beban untuk menjalankan kedua fungsi tersebut. Saat migrasi ke digital, TV lokal dapat menyerahkan soal transmisi kepada penyelenggara multipleksing atau provider MUX.
“Kalau tadinya di analog itu satu kanal satu station, satu pita frekuensi satu station, kalau di digital satu pita frekuensi bisa dipecah lagi antara 6 sampai 10 station,” katanya.
Kesiapan ASO Menurut Imam, penyelenggaraan ASO harus memperhatikan kesiapan industri dan pasar, apakah siap secara teknologi, siap secara keuangan dan siap secara mental.
Dari sudut pandang industri, Imam mengatakan industri perlu memiliki kemampuan permodalan untuk membeli perangkat dalam hal beralih dari analog ke digital. Meski begitu, kesiapan tersebut, menurut Imam adalah suatu keniscayaan yang pasti terjadi.
“Mau kita enggak ASO pun, kita harus berubah, karena teknologi sekarang sudah digital semua,” ujarnya.
Sementara itu, dari sudut pandang pasar, Imam melihat yang banyak diributkan selama ini adalah masyarakat yang tidak siap, karena ada anggapan TV digital itu mahal. Namun, hal itu bisa disiasati dengan alat khusus bernama set top box.
Alat ini dapat menjadi penerima siaran TV digital, meskipun pesawat televisi masih analog, sehingga masyarakat masih dapat menggunakan TV lama yang tidak memiliki kemampuan digital.
Kemudian, pemerintah, menurut Imam, juga harus siap untuk membuat regulasi-regulasi pendukung. Sebab, TV digital akan memunculkan banyak kesempatan, sekaligus problematika baru. Tim