Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Palangka Raya pada Rabu (18/12/2024) malam yang menjatuhkan pidana dua tahun dan satu tahun penjara serta denda Rp50 juta subsidair tiga bulan kurungan terhadap Ahyar dan Bani Purwoko terdakwa perkara dugaan korupsi KONI Kotim dinilai belum sesuai dengan keinginan para pihak.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) tanpa berlama-lama langsung mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Palangka Raya pada Senin (23/12/2024). Upaya hukum banding dilakukan juga oleh Pua Hardinata selaku Penasihat Hukum (PH) Ahyar dan Bani Purwoko satu hari kemudian, Selasa (24/12/2024).
Dalam siaran persnya yang diterima media ini pada Senin (30/12/2024) siang, Pua Hardinata menjelaskan, upaya banding dilakukan karena pihaknya menilai terdapat hal-hal yang krusial yang tidak sesuai dengan prinsip, di mana dalam surat pembelaan (pledoi) pihaknya meminta Majelis Hakim agar kedua terdakwa divonis lepas dari tuntutan hukuman.
Kemudian, terkait frasa Unsur Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara yang terdapat dalam LHP Auditor Kejati Kalteng Nomor: ND-92/Q.27Hs.2/07/2024 tanggal 9 Juli 2024. Setelah diperhatikan, diketahui LHP itu merupakan hasil audit yang dilakukan oleh Tim Audit Kejati Kalteng.
Menurutnya, tim tersebut sebenarnya bukan auditor yang mempunyai Sertifikasi Auditor yang sudah melalui ujian Sertifikasi seorang Auditor yang diselenggarakan BPK atau BPKP.
“Kami butuh instrumen hukum yang jelas kenapa tidak BPK, BPKP atau APIP untuk mengaudit sedangkan kapasitas auditor mereka adalah tenaga fungsional atau Tim yang dibawah Asisten Pengawasan Kejati yang lingkup tugasnya mengaudit secara internal baik pembinaan aparatur maupun pengawasan dijajaran wilayah kerja Kejaksaan Tinggi se-Kalteng bukan untuk audit terhadap perhitungan kerugian keuangan negara yang bersifat eksternal,” ucapnya.
“Mengapa Tim Audit yang tidak dihadirkan dalam kokteks pemeriksaan a quo di Pengadilan TIPIKOR sebagai Ahli atau pembuktian hukum para Auditor dalam Perhitungan kerugian Keuangan Negara?,” tanya dia lagi.
Dia menyebut, LHP Auditor Kejati Kalteng tersebut yang dinilai oleh ahli Alfian, ST, MT, CprA dari Inspektorat Provinsi Kalteng dan Tukima, SE, MM ahli dari Kanwil Dirjen Perbendaharaan Negara Perwakilan Provinsi Kalteng sangat janggal dan tidak masuk akal.
Alasan dia, karena keterangan Ahli Alfian, ST, MT, CPrA diperiksa penyidik Kejati Kalteng dalam BAP tanggal 12 Juni 2024. Tetapi surat perintah tugas dari Inspektor Provinsi Kalteng No. 700/12/SPT/IRBANSUS /INSP tanggal 11 Juli 2024 dikuatkan dengan Berita Acara Sumpah dihadapan penyidik tanggal 12 Juni 2024.
“Ini jangan main-main sumpah?,” tegasnya.
Dikatakannya, Alfian, ST, MT,CPrA bukan ahli perhitungan keuangan negara tetapi sarjana tehnik yang tidak mengetahui metode dalam menghitung kerugian keuangan negara secara akutansi. Artinya itu bukan keahlian yang dimintakan pendapatnya oleh JPU untuk menilai LHP Audior Kejati Kalteng NO.ND-92/Q.27Hs.2/07/2024 tanggal 09 Juli 2024.
“BAP penyidik Kejati Kalteng bercacat cela karena lebih dahulu auditornya diperiksa tetapi belakangan surat tugasnya, apakah sah?,” ujarnya.
Dengan begitu, sambungnya, apakah objektif ahli bangunan gedung menilai perhitungan kerugian keuangan negara dengan standar akutansi. Apakah kompetensi Alfian, ST, MT, CprA di bidang akutansi sudah memahami dan memang tugasnya untuk menilai hasil Auditor Perhitungan Keuangan Negara yang selama ini dilakukan oleh Kejaksaan atau hanya mengejar nilai kredit 2 bobot terbesar bagi fungsional.
“Kenapa tidak menghadirkan tim audit yang sudah tertera namanya dalam Laporan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara daripada menghadirkan Alfian, ST, MT, CprA. Sehingga kami berpendapat bahwa Tim Audit Kejati Kalteng tersebut sengaja tidak dimintakan untuk memberikan pendapatnya. Wajar kami mempertanyakan apakah benar auditor atau bukan auditor yang diakui berdasarkan standar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku,” tegasnya.
Selanjutnya Tukima, SE, MM diperiksa penyidik tgl 14 Juni 2024 berdasarkan Surat Permintaan dari Kejati Kalteng No.B/Q.2/Fd/062024 tanggal – Juni 2024 (tanpa tanggal) bantuan ahli kepada Kakanwil Perbendaharaan Perwakilan Provinsi Kalteng dan Penunjukan Ahli dari Sekretaris Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI sesuai Surat Tugas No. ST-27 /PB/PB .1/2024 Tgl 14 /6-2024 (tanggal BAP penyidik dan Surat Tugas hari/tanggal sama).
Tukima ditugaskan untuk menilai LHP Auditor Kejati Kalteng NO: ND-92/Q.27Hs.2/07/2024 tanggal 09 Juli 2024 sangat tidak bersesuai LHP Auditor tersebut dinilai oleh ahli yang faktanya perhitungan kerugian keuangan negara belum ada.
Di muka persidangan Tukima, SE, MM menjelaskan bahwa tahun takwim anggaran itu terhitung sejak tgl 1 Januari hingga 31 Desember. Maka pertanggungjawaban keuangan paling lambat tanggal 10 Januari tahun berikutnya.
Jika terdapat dana yang sudah dibelanjakan dipertanyakan Kuasa Hukum dengan dikembalikan lagi dengan disetorkan ke kas daerah.
“Jelas tidak bisa karena sudah digunakan apalagi sudah berjalan 3 tahun,” tegasnya.
Faktanya ada beberapa cabor mengembalikan dana yang sudah dibelanjakan sehingga SPJ/LPJ yang ada di kas daerah menjadi masalah. Artinya oknum pengurus cabor yang mengembalikan dana yang sudah dibelanjakanya 3 tahun sejak 2021, 2022 dan 2023 yang lalu yaitu pada angka 9 Barang Bukti (BB) Nomor: 285 Uang Tunai sebesar Rp375 juta, BB 286: Uang Tunai sebesar Rp7.550.000 pengembalian dana hibah KONI Cabor PASI KOTIM, BB 287: Uang tunai sebesar Rp.6 juta pengembalian dana hibah KONI Cabor ISSI KOTIM.
Lalu BB 288: Uang tunai sebesar Rp44.330.000, pengembalian dana hibah KONI Cabor PELTI KOTIM, BB 289: Uang Tunai sebesar Rp3.844.500, pengembalian dana hibah KONI Cabor PERSANI KOTIM Tahun Anggaran 2023, BB 290: Uang Tunai sebesar Rp5 juta pengembalian dana hibah KONI Cabor FASI KOTIM. Dengan total seluruhnya sebesar Rp441.724.500.
“Adalah barang bukti yang tidak dapat dibenarkan menjadi barang bukti untuk perkara kedua terdakwa karena sudah legalitasnya diperhitungkan dalam APBD yang lewat/lalu oleh BPK
RI atau Inspektorat dan telah di PERDA kan oleh DPRD bersama Pemerintah Daerah Kabupaten KOTIM setiap tahun atas Perhitungan APBD,” terangnya.
Pua menutup keterangan persnya dengan menyinggung Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU/XI/2016 sebagai sumber hukum. Bahwa Pasal 2 dan 3 Pasal TIPIKOR adalah terjadi pergeseran dari delik formil menjadi delik materil kata DAPAT telah dihapus.
Maksudnya TIPIKOR itu harus Kerugian Nyata dan Pasti karena dalam pertimbangan putusan Hakim Pengadilan TIPIKOR mengenai perhitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp826.440.970.
“Kami belum sependapat rincian tersebut karena kedua terdakwa telah mempertanggungjawabkan belanja hibah dengan benar yang diverifikasi secara ketat nyata dan pasti oleh BPKAD sesuai mekanisme ketentuan
pengelolaan keuangan daerah yang berlaku,” sebutnya.
Secara khusus dia menyoroti substansi pertimbangan hukum dalam putusan Hakim yang menyebutkan klasifikasi ringan tetapi perlu kehati-hatian karena ada aroma politis.
“Ada hal yang menarik dari dari pertimbangan hukum tersebut. Faktanya memang demikian terdakwa Ahyar urung dilantik menjadi anggota DPRD KOTIM masa bakti 2024-2029 dari partai tertentu,” tutup Pengacara yang sering tampil dalam kasus Tipikor ini.
Sementara itu, Kajati Kalteng, Dr. Undang Mugopal kepada para wartawan Selasa (24/12/2024) pagi menerangkan, upaya banding yang diajukan karena putusan yang dijatuhkan sangat ringan dibanding dengan tuntutan 9 tahun kepada masing-masing terdakwa.
Padahal surat tuntutan pidana penjara 9 tahun dibuat berdasarkan berbagai pertimbangan diantaranya kerugian negara cukup besar yakni Rp10 M lebih dan belum dikembalikan sama sekali.
Selain itu, Undang menilai terlalu ringan jumlah kerugian negara yang dibebankan sebagai uang pengganti sebesar Rp1,2 miliar dikurangi uang yang disita JPU sebesar Rp400 jutaan atau Rp800 juta kepada terdakwa Ahyar. Vonis ini jauh lebih kecil dari tuntutan yang sebesar Rp10 miliar lebih.
Menurutnya, perhitungan kerugian negara sebesar Rp10M pada surat tuntutan dihitung oleh auditor atau ahlinya dengan menggunakan cara-cara dan teori yang sesuai dengan kisi-kisi auditor. Auditor atau ahli itu didatangkan khusus untuk perkara ini.
Dia mengungkapkan, setelah dilakukan analisa oleh JPU dan Aspidsus Kejati Kalteng disimpulkan jumlah kerugian negara yang cukup ringan dari semula Rp10 M jadi Rp 800 juta itu merupakan hitungan pribadi dari Hakim sendiri.
“Saya sudah perintahkan kepada pak Aspidsus maupun JPU supaya melakukan upaya banding. Mudah-mudahan Majelis Hakim banding bisa melihat sejernih mungkin. Mudah-mudahan bisa kompromi dengan tuntutan kita,” kata Kajati. (fer)