PALANGKA RAYA, JurnalBorneo.co.id – Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kajati Kalteng), Iman Wijaya, S.H., M.Hum, menyetujui usul penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dua perkara tindak pidana umum, Jumat (5/11/2021).
“Penghentian dilakukan karena telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam PERJA No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,” kata Iman melalui Kasi Penkum Dodik Mahendra, S.H., M.H., dalam siaran persnya yang diterima JurnalBorneo.co Jumat sore.
Dodik menjelaskan dua perkara yang dihentikan penuntutannya adalah perkara penipuan atau penggelapan dengan tersangka S dari Kejaksaan Negeri Barito Timur (Bartim) dan perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tersangka K dari Kejaksaan Negari Kapuas.
Perkara penipuan atau penggelapan yang dilakukan tersangka S terjadi pada Jum’at (20/8/2021) di Jalan Veteran No.21 Kelurahan Ampah Kota, Dusun Tengah, Bartim. Berawal dari saksi Parluhutan menyuruh S untuk mengangkut buah sawit dari PT. Wana Catur dengan menggunakan satu unit truck Hino DT No Pol KH 8527 KM, untuk itu S meminta uang solar sebesar Rp.500 ribu rupiah.
Lalu S mengantri muatan buah sawit di PT. Wana Catur namun setelah beberapa hari mengantri, S tetap tidak mendapat muatan. Akhirnya S mencari muatan diluar PT. Wana Catur dan mendapatkan muatan buah sawit dari saksi Suyanto dengan biaya angkut sebesar Rp.1,8 juta. Karena tidak ada kabar dari S, akhirnya Parluhutan melacak keberadaan truk miliknya.
Kemudian Parluhutan meminta S dan saksi Rayan membawa pulang truk tersebut. Tetapi karena kehabisan solar, S meninggalkan truk dan saksi Rayan dan uang hasil angkut buah sawit dari saksi Suyanto sebesar Rp.1,8 jt tidak pernah diberikan ke saksi Parluhutan.
“Setelah dimediasi oleh Tim JPU Kejaksaan Negeri Bartim maka pada Selasa (2/11/2021) tercapai kesepakatan damai antara saksi Parluhutan (korban) dan tersangka S dengan disaksikan oleh masing-masing keluarga korban dan tersangka, tokoh masyarakat dan penyidik,” jelas Dodik.
Sedangka kasus KDRT yang dilakukan oleh tersangka K terjadi pada Sabtu (18/9/2021) di rumah saksi Kuin di Desa Hurung Pukung RT.01, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas.
Bermula ketika B (anak tersangka K) terbangun dan hendak buang air kecil. Pada saat akan meminta ijin dari ayahnya, ia melihat ayahnya sedang bersama perempuan. Melihat anaknya keluar dari kamar, tersangka menyuruh untuk kembali ke kamar. Tetapi karena takut si anak malah keluar dari rumah dan menyeberang jalan lalu masuk ke rumah saksi Kuin.
Karena kata-katanya tidak di didengarkan anaknya, tersangka mengejar dan setelah dapat lalu tersangka memukul anaknya dengan menggunakan tangan kanan. Pukulan mengenai bagian punggung, pundak kanan dan lengan kiri sehingga mengalami luka, tapi tidak menimbulkan halangan beraktivitas.
Setelah dimediasi oleh Tim JPU Kejaksaan Negeri Bartim pada Senin (1/11/2021) maka tercapai kesepakatan damai antara Tersangka S dan anaknya B dengan disaksikan oleh keluarga korban dan tersangka, Tokoh Masyarakat dan penyidik.
Dodik menyampaikan saat dilakukan ekspose, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) memberikan apresiasi terhadap jajaran Kejati Kalteng khususnya Kejari Bartim dan Kejari Kapuas atas langkah penghentian penuntutan dua perkara tersebut berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Sampai Nopember 2021 di wilayah hukum Kejati Kalteng ada 14 perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) sesuai PERJA No. 15 Tahun 2020,” pungkas Dodik. (fer)