PEKANBARU, JurnalBorneo.co.id – Wakil Ketua III DPRD Kalteng Faridawaty Darland Atjeh mengatakan Kalteng berkeinginan memiliki Raperda tentang Pelestarian Cagar Budaya.
Dalam upaya penggalian informasi dan pengayaan data terkait Raperda Cagar Budaya, DPRD Kalteng melakukan kerja ke Provinsi Riau, Bumi Lancang Kuning.
Kunker diikuti Wakil Ketua III DPRD Kalteng Faridawaty Darland Atjeh, didampingi dr. Niksen Bahat (Anggota Komisi III), Meyadi (Sekretariat DPRD), Ryn Ramadhan (staff Pimpinan/staff Waket III).
Menurut Faridawaty, Raperda tidak hanya terkait dengan penetapan tapi juga pemanfaatan yang ke depannya mampu menjadikan suatu objek budaya baik yang bersifat Bendawi (Tangible) atau pun non bendawi/bergerak (intangible) sebagai salah satu sumber pendapatan daerah.
Pihak DPRD Kalteng diterima langsung oleh Kepala Dinas Kebudayaan Riau, Bom Raja Vaserzal Zen, Sekretaris Dinas Kebudayaan, Fuadi dan jajaran Kabid serta para Pamong Kebudayaan Provinsi Riau.
“Kami belajar dengan Provinsi Riau yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai Pusat Kebudayaan Melayu di Indonesia,” ujar Faridawaty.
Menurut Faridawaty, Pemprov Riau sudah memiliki Perda Provinsi Riau No 9/2015 tentang Pelestarian Kebudayaan Melayu Riau
Faridawaty menambahkan, salah satu upaya yang dilakukan oleh dinas kebudayaan untuk melestarikan kebudayaan dan sejarawan yakni dimulai dengan pemberian nama-nama setiap ruangan yang ada di kantor dinas dengan nama tokoh-tokoh Melayu Riau.
Provinsi Riau sendiri memiliki 29 kerajaan, diantaranya Kerajaan Indragiri yang sudah berusia 8 abad lebih, Kerajaan Gunung Sailan, Kerajaan Kampar (Rumah Lonca yang sudah ditetapkan statusnya sebagai cagar budaya) dan Kerajaan Siak.
Faridawaty mengatakan Provinsi Riau menganggarkan dana dengan baik untuk upaya mengumpulkan kembali manuskrip-manuskrip kuno milik kerajaan melayu yang saat ini masih ada. Bahkan ada yang sudah berada di luar negeri.
Pengamanan adalah faktor penting dalam upaya pelestarian cagar budaya disamping usulan penetapannya sebagai cagar budaya dimana pembentukannya dimulai dengan pembentukanTim Ahli Cagar Budaya (TACB) yang terdiri dari orang yang memiliki latar belakang Sosial Antropolgi, Arkeolog, pemerhati budaya/budayawan, sejarawan atau bahkan ada juga legislator yang memiliki perhatian kepada cagar budaya.
Menurut Faridawaty, Dinas Kebudayaan Riau cukup banyak memperoleh dana alokasi khusus dari pusat, mereka mengusulkan PPKD (Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah) termasuk jalur rempah ke Kemendikbud setiap tahun.
Disarankan oleh Dinas Kebudayaan Riau agar dalam Raperda juga memuat tentang cara perlindungan, pengamanan dan penyebutan sanksi hukum bagi yang merusak, mencuri, atau perbuatan melanggar hukum lain terkait pelestarian cagar budaya ini. Karena selama ini, berdasarkan pengalaman, mereka pernah mengadukan adanya kehilangan 7 benda cagar budaya.
Namun disayangkan, oleh pihak kepolisian kasus ini hanya dimasukkan ke jenis tindak pidana ringan (tipiring). Padahal pelestarian kebudayaan dan cagar budaya adalah penting bagi generasi penerus yang juga berkaitan erat dengan nilai martabat suatu bangsa. (ari)