JAKARTA, JurnalBorneo.co.id – Penyidikan kasus korupsi pembelian bidang tanah yang dilakukan oleh PT SPR 2012-2013 memasuki babak baru. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah menetapkan lima orang tersangka, Kamis (22/9/2022).
“Untuk mempercepat proses penyidikan terhadap lima orang tersangka dilakukan penahanan selama dua puluh hari terhitung mulai 22 September-11 Oktober 2022” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Ketut Sumedana di Jakarta, Jumat (23/9/2022).
Lima orang tersebut sambungnya adalah SU selaku Direktur Operasional dan Direktur Utama PT. APR. SU dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Selanjutnya FF selaku Direktur Utama PT. APT dan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. VSH selaku notaris yang ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.
Kemudian NFH selaku Direktur PT. CIC, ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan ARS selaku Direktur Utama PT. CIC yang ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
“Akibat perkara dimaksud, negara dirugikan sebesar Rp86,327 miliar dengan rincian pembelian tanah sebesar Rp 60,262 miliar dan operasional sebesar Rp 26,064 miliar,” ucap Ketut.
Adapun kronologis kejadian sebagai berikut, PT. APR merupakan anak perusahaan dari BUMN PT. AK (Persero) Tbk yang bergerak dalam bidang Pembangunan Properti, Perdagangan dan Jasa.
PT APR ada tanpa kajian dan melanggar SOP telah melakukan pembelian tanah di Jalan Raya Limo-Cinere Kelurahan Limo Kecamatan Limo Kota Depok seharga Rp60,262 miar melalui PT. CIC.
PT. CIC seolah-olah telah memiliki tanah tersebut padahal senyatanya tanah tersebut sama sekali bukan merupakan milik PT. CIC dan sama sekali tidak dikuasai oleh PT. CIC.
“Harga yang telah dibayarkan sedianya untuk pembelian tanah seluas 20 hektar atau 200 ribu meter persegi namun pada kenyataannya yang diperoleh hanya 1,2 hektar atau 12,595 meter persegi dan tidak mempunyai akses jalan,” jelas Ketut.
Proses pembayaran ternyata melalui notaris yang tidak berkompeten dan di luar wilayah kerjanya. Kemudian uang tersebut justru malah ditransfer ke rekening pribadi para tersangka Direktur PT. CIC.
Adapun peranan Tersangka dalam perkara ini yaitu FF selaku Direktur Utama PT. APR menyalahgunakan wewenang dengan cara melakukan pembelian tanpa adanya persetujuan RUPS dan mengetahui status tanah belum clean and clear dan tidak memiliki akses jalan dan melakukan pembayaran tahap pertama sebesar Rp5 Miliar.
SU selaku Direktur Operasional dan Direktur Utama PT. APR menyalahgunakan wewenang dengan cara membeli tanah dengan tidak melakukan analisa aspek legalitas dan aspek fisik. Kajian yang dilakukan hanya dari aspek ekonomi/ bisnis meliputi Pre-Financial Study, Feasibility Study, penaksiran harga oleh KJPP tanpa adanya kajian aspek legalitas tanah baik oleh internal PT APR atau pihak ketiga.
SH selaku Notaris, secara melawan hukum ikut menjadi pihak dalam transaksi pembelian tanah antara PT. Cic dengan PT. APR dengan menggunakan rekening bank pribadi menerima pembayaran dari PT. APR untuk kemudian diteruskan kepada NF dan ARS.
ARS selaku Direktur Utama PT. CIC secara melawan hukum menjual tanah yang tidak dikuasai fisik kepada PT. APT dan menerima pembayaran. NFH selaku Direktur PT. CIC bersama-sama dengan ARS dengan modus membuat surat kuasa melakukan penjualan tanah yang belum berstatus clean and clear dan tidak memiliki akses jalan kepada PT. APR.
“Perbuatan para tersangka disangkakan melanggar Primair, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,”
Kemudian Subsidiair, Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, telah dilakukan penggeledahan terhadap rumah Direksi PT APR, rumah Direksi PT CIC dan rumah notaris serta kantor notaris. Turut disita dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pembelian tanah dari PT APR kepada PT CIC dan rekening-rekening koran pihak terkait yang sedang proses permohonan penetapan izin penyitaan di Pengadilan Negeri yang berwenang.
“Untuk menemukan titik terang perkara tersebut sampai saat ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap 73 orang saksi, dan ahli pertanahan serta ahli keuangan negara,” tutup Ketut. (Puspenkum Kejagung/red)