JAKARTA, JurnalBorneo.co.id – Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM Datun) berhasil menyelesaikan mediasi antara Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPK Kemayoran) dengan Dana Pensiun Perkebunan (Dapenbun) terkait permasalahan tanah Kemayoran Blok B-9 Kavling No. 5 Komplek Kemayoran dengan nilai sekitar Rp195 Miliar.
“Akhirnya permasalahan antara PPK Kemayoran dan Dapenbun berakhir damai. Itu setelah Tim JPN pada JAM DATUN selaku mediator telah melakukan pertemuan mediasi sebanyak 15 kali hingga tercapainya kesepakatan perdamaian antar kedua belah pihak,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Ketut Sumedana dalam siaran persnya, Selasa.
Dijelaskannya, pada 29 Maret 2021 Tim JPN melakukan pertemuan mediasi dengan melibatkan para pihak terkait yakni Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Sekretariat Negara. Kemudian pada 6 Oktober 2021 tercapai beberapa kesepakatan diantara para pihak yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara Mediasi pada hari itu juga.
Lalu pada 21 Februari 2022, para pihak melakukan penandatanganan Kesepakatan Perdamaian tentang Pengakhiran Surat Perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah (SP3T) Hak Pengelolaan Blok B-9 Kavling Nomor 5 Komplek Kemayoran.
“Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Utama PPK Kemayoran dan Direktur Utama Dapenbun yang disaksikan JAM Datun, Plh. Direktur Pertimbangan Hukum, Kasubdit Tindakan Hukum Lain dan Pelayanan Hukum serta Tim JPN selaku mediator,” ucapnya.
Menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian tersebut lalu pada 24 Februari 2022 pihak Dapenbun telah melakukan pembayaran sanksi/denda sebesar Rp 9.597.600.000 atas hasil perhitungan BPK berdasarkan surat Nomor 24/HP/XVI/01/2022 pada 20 Januari 2022 dan dilanjutkan dengan penyerahan lahan dari Dapenbun kepada PPK Kemayoran pada 4 Maret 2022.
Permasalahan berawal pada tahun 1995 ketika itu PPK Kemayoran menyerahkan lahan Blok B-9 Kavling No. 5 Komplek Kemayoran seluas 5.580 m2 dengan nilai aset sekitar Rp195 Miliar kepada Dapenbun untuk dibangun perkantoran. Hal itu berdasarkan Surat Perjanjian Penyerahan Penggunaan Tanah (SP3T) tanggal 9 Februari 1995 dan Dapenbun membayar uang pemasukan sebesar Rp6.975 Milyar.
“Tetapi, sampai dengan jangka waktu yang ditentukan yaitu 36 bulan sejak SP3T ditandatangani, Dapenbun tidak dapat mengembangkan sesuai yang diinginkan,” jelas pejabat berdarah Bali itu.
Hal itu disebabkan beberapa kondisi, antara lain Hak Guna Bangunan (HGB) baru diterbitkan pada tahun 1999, dan tanah masih digunakan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sampai Juli 1997 serta adanya krisis moneter sehingga para pihak fokus pada pemulihan kegiatan usaha masing-masing.
Selanjutnya, sesuai Surat Menteri Sekretaris Negara Nomor B-153/M.Sesneg/Setmen/04/2007 tanggal 09 April 2007 kepada Dapenbun, lahan disetujui dikembalikan kepada PPK Kemayoran dan uang pemasukan sebesar Rp 6,975 Milyar dikembalikan dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Namun penyelesaian pengembalian lahan dan pengenaan sanksi/denda menjadi permasalahan diantara para pihak sehingga PPK Kemayoran dan Dapenbun memohonkan mediasi kepada JAM DATUN,” pungkas pejabat penyandang pangkat bintang satu itu. (puspenkum kejagung/fer).









