PALANGKA RAYA, JurnalBorneo.co.id – Tahun 2021 baru saja berlalu. Letupan petasan sisa malam pergantian tahun masih terdengar lamat-lamat di sejumlah pelosok negeri. Kita mulai menapaki tahun 2022 yang masih misteri ritme perjalanannya. Menurut astrologi China, Tahun 2022 adalah tahun Macan Air.Terhitung saat perayaan Imlek pada 1 Februari 2022 nanti dan berakhir pada 21 Januari 2023. Shio macan adalah simbol kekuatan, keberanian, percaya diri dan memerangi kejahatan.
Tentunya hanya sebuah kebetulan, bila di tahun Macan pemerintah secara tegas dan berani menurunkan beleid pelarangan eksport batu bara. Meskipun ’Emas Hitam’ ini adalah sumber devisa negara. Penutupan sementara kran eksport batu bara tersebut berlaku sejak 1-31 Januari 2022. Sebenarnya, tenggat pelarangannya sendiri hanya berlaku satu bulan, tapi sontak memantik reaksi berbagai pihak.Terutama kalangan pengusaha batu bara. Di sisi lain, banyak pula pihak-pihak yang mendukung kebijakan pemerintah tersebut, termasuk kalangan politisi Senayan.
Polemik yang cukup hangat diawal 2022 itu berawal dari terbitnya surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara(Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 tertanggal 31 Desember 2021 tentang larangan eksport batu bara. Surat ditujukan kepada pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) serta perusahaan pemegang izin pengangkutan dan penjualan batu bara.
Pemerintah menerbitkan larangan eksport tersebut menjawab kegundahan PT PLN(Persero) terhadap keberlangsungan pasokan listrik yang sumber pembangkitannya dari batu bara. Persediaan batu bara pada PLTU Grup PLN dan Independent Power Producer (IPP) saat ini kritis dan sangat rendah. Sehingga akan mengganggu operasional PLTU yang berdampak pada sistem kelistrikan nasional. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akan berhenti beroperasi dan pelanggan PT PLN Jamali (Jawa, Madura, Bali) dan non-Jamali terancam tidak bisa menikmati listrik.
Terkait pasokan batu bara ke PT PLN dan IPP, selama ini pemerintah cukup akomodatif dan proporsional untuk mengendalikan tata niaga batu bara, baik regulasi pemasaran dalam negeri maupun kebijakan eksport ke sejumlah negara. Dalam PP 96/2021 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara, pada pasal 157 ayat 1 disebutkan, pemegang IUP dan IUPK dalam tahap kegiatan operasi produksi wajib mengutamakan kebutuhan mineral dan /atau batu bara untuk kepentingan dalam negeri.
Pada 2021 pemerintah juga mempertegas aturan penjualan batu bara untuk kepentingan dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) minimal sebesar 25% dari produksi per produsen. Sementara harga jual batu bara untuk pembangkit listrik di dalam negeri maksimal US$ 70 per ton.
Dari kacamata awam, aturan tersebut sudah cukup jelas. Tapi implementasinya tak semulus regulasi yang telah diputuskan. Sikap tegas pemerintah soal pelarangan eksport batu bara sebenarnya tak hanya dilakukan kali ini. Tahun lalu sebanyak 34 perusahaan tambang batu bara telah dikenai sanksi larangan eksport. Persoalannya sama, yaitu tak mematuhi ketentuan DMO. Yang membedakan, tahun ini larangan eksport ditujukan kepada seluruh perusahaan pemegang ijin.Termasuk perusahaan yang selalu berkomitmen mematuhi aturan DMO.
Selama ini eksport batu bara ke sejumlah negara tujuan cukup fluktuatif setiap tahun. Pada tahun 2018 ( 343 ,12 juta Ton), tahun 2019 (374, 93 juta Ton) dan tahun 2020 (341,54 juta Ton). Negara tujuan eksport terbesar adalah India,Tiongkok dan Philipina. Nilai eksport batu bara Januari-Oktober 2021 mengalami kenaikan dari US$8.483,0 juta menjadi US$ 20.424,2 juta.
Naiknya harga batu bara di pasaran dunia yang sempat mencapai US$ 280 per ton awal Oktober lalu tentunya tak cukup menjadi alasan berkurangnya pemasaran di dalam negeri. Diperlukan koordinasi intens antara pemerintah sebagai regulator, produsen tambang dan PT PLN sebagai user batu bara. Paling tidak dari pertemuan tripartit itu akan teridentifikasi penyebab tidak maksimalnya pasokan batu bara ke PT PLN. Apakah hal tersebut terkait proses distribusi, spesifikasi barang , administrasi pembayaran dan sejenisnya. Bisa jadi, simpul-simpul DMO itu belum saling berkorelasi, sehingga supply tidak selaras dengan demand.
Mengutip dari laman Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM , sepanjang tahun 2021 realisasi produksi batu bara nasional mencapai 606,44 juta ton. Dari angka tersebut hanya 63,47 juta ton yang merupakan bagian dari kewajiban Domestic Market Obligation(DMO), artinya produksi batu bara untuk keperluan DMO hanya mencapai 10,5% .
Keputusan pemerintah melarang sementara eksport batu bara untuk mengantisipasi ancaman krisis listrik di sejumlah wilayah di tanah air harus dimaknai positif.Di sisi lain, perdagangan luar negeri, khususnya eksport, juga berperan penting dalam meningkatkan devisa dan hubungan bilateral antar negara. Kepercayaan luar negeri terhadap komoditi eksport Indonedia, baik Migas maupun Non Migas merupakan sebuah peluang, sekaligus tantangan. Potensi pasar yang berasal dari kekayaan sumber daya alam Indonesia harus dikelola secara profesional dan proporsional dengan tetap mengacu pada peraturan yang berlaku.
Dalam konteks Industri , pembangkit listrik adalah industri setrategis yang akan menimbulkan dampak berantai bila terganggu proses produksinya. Hal ini beralasan karena pada peradaban modern gaya hidup dan tuntutan kebutuhan manusia juga terus berkembang. Dari pola tradisional bertransformasi ke kecerdasan mekanis dan digital yang semuanya tergantung pada catu daya listrik. Akan sangat menggelikan bila pada suatu masa PLTU di Indonesia mengalami krisis listrik, sementara kita memiliki potensi kandungan batu bara yang cukup besar di dunia.
Menurut data BPS , pada tahun 2020 kapasitas Terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia sebesar 32.920, 33 MW, dengan tenaga listrik yang dibangkitkan sebesar 181.870,51 GWh. Kapasitas Terpasang terbesar masing-masing di Jawa Timur(6.655 MW), Jawa Tengah(6.551 MW) dan Banten(6.184 MW).
Ditengah kekhawatiran pencemaran lingkungan akibat pendirian PLTU , pembangkit listrik berbahan baku batu bara terus ditingkatkan kapasitasnya. Saat ini batu bara masih merupakan pilihan utama sebagai bahan pembangkit tenaga listrik. Sumber lain adalah tenaga diesel dan EBT( Energi Baru Terbarukan), diantaranya mini/micro hydro, Biomass, energi surya dan energi angin . Transisi energi pembangkit listrik dari energi fosil ke EBT adalah sebuah keniscayaan.
Indonesia membutuhkan devisa dari hasil perdagangan luar negeri yang terkait hasil sumber daya alam, tapi juga tetap menjaga akselerasi pertumbuhan ekonomi domestik.
“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”( pasal 33 ayat 4 UUD 1945)
*) ASN, tinggal di Palangka Raya