Palangka Raya, jurnalborneo.co.id-Sejumlah mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR) yang kuliah di kampus Pulang Pisau, dan Kasongan mengeluhkan adanya kebijakan fakultas yang terkesan memberatkan para mahasiswa.
Salah seorang mahasiswa yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, ada sejumlah kebijakan pihak FKIP yang mereka keluhkan seperti Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di masa pandemi Covid-19 ini.
Menurut mahasiswa semester akhir ini, di tengah kondisi seperti ini, seharusnya KKL ditiadakan saja, apalagi mata kuliah ini hanya mata kuliah pilihan, dan tidak wajib. Namun, kebijakan tersebut tetap dijalankan oleh tim FKIP, dan mahasiswa diminta membayar biaya sebesar Rp2 juta.
“Alasan kami yang tentunya karena saat masih pandemi, kemudian juga pertimbangan ekonomi tentu kami sangat menyayangkan,” katanya, Sabtu (6/2).
Kemudian yang kedua, soal perkuliahan sistem kelas daerah, semula pekuliahan sebanyak empat kali pertemuan, namun sekarang dirubah hanya dengan dua kali pertemuan. Sementara untuk biayanya sama tidak ada perubahan.
Pihaknya juga mengeluhkan masalah bimbingan skripsi. Kenapa permasalahan ini kami pertanyakan?, sebab sudah bertahun-tahun di salah satu program studi FKIP, ada kesepakatan antara mahasiswa dan prodi, boleh memilih pembimbing sendiri yang sesuai dengan kompetensi dan akedemiknya. Akan tetapi, sekarang justru permohonan pembimbing skripsi ditentukan oleh pihak fakultas dengan menunjuk pembimbing yang tidak sesuai dengan usulan mahasiswa yang sudah disetujui ketua program studi. “Selain itu, jadwal ujian juga tidak terjadwal, sehingga menyulitkan mahasiswa untuk melakukan persiapan.” tambahnya.
Salah seorang dosen di FKIP juga membenarkan, jika ada sejumlah kebijakan fakultas yang terkesan memberatkan para mahasiswa tersebut. Saat ditemui media ini, dosen yang juga tak mau disebutkan namanya itu mengatakan, dirinya juga menerima adanya keluhan mahasiswa FKIP UMP seperti soal KKL.
Untuk menyikapi, hal itu, pihak prodi sendiri sudah membatalkan mata kuliah KKL mengingat masih pandemi serta mempertimbangkan ekonomi para mahasiswa, namun secara pihak oleh pihak tim FKIP UMP, KKL tetap dijalankan secara sepihak, tanpa adanya musyawarah dengan pihak prodi.
Bukan hanya mahasiswa, para dosen di salah satu prodi juga menilai ada kebijakan yang terkesan tidak adil misalnya, status dosen tidak tetap yang kurang diberdayakan dibanding dengan dengan dosen Yayasan.
Dosen tidak tetap ini padahal memiliki SK dari Badan Pelaksana Harian (BPH) UMP, namun persentasi pemberdayaannya sedikit, padahal para dosen tidak tetap ini sama-sama berjuang untuk membentuk prodi. bahkan ikut dalam meningkatkan akreditasi.
Untuk itu, dirinya mengharapkan, agar pihak rektorat turun tangan mengatasi persoalan ini. Selain itu program kerja serta masalah lainnya juga harus transparan, terpenting lagi adalah senat juga harus diberdayakan dalam berbagai kegiatan maupun program kerja.
Saat dikonfirmasi Rektor UMP DR Sonedi yang ditemui, Senin (8/2), dirinya memang belum menerima laporan secara rinci terkait dengan keluhan soal KKL tersebut. Namun yang jelas, kebijakan tersebut merupakan kebijakan periode dekan sebelumnya. Dan mata kuliah KKL tersebut dilaksanakan pada tahun 2020 lalu saat awal pandemi. Kemudian untuk selanjutnya sudah ditiadakan.
Menyikapi soal itu, UMPR juga sudah mengkaji dan kini tengah melakukan revisi untuk menganti mata kuliah yang tidak produktif seperti KKL dengan yang lebih bermanfaat. “Pihak rektorat saat ini tengah merevisi mata kuliah yang tidak produktif, sehingga menjadi mata kuliah berbasis kampus merdeka.” kata Sonedi. “Saya juga setuju jika KKL ini diganti, apa sebenarnya yang ingin dicapai. Untuk itu, diperlukan adanya langkah merevisi mata kuliah yang tidak produktif tersebut.” tambahnya.
Sementara itu Dekan FKIP UMPR Hendri MPd, menambahkan, alasan mengapa pihaknya tetap melanjutkan adanya KKL tersebut karena hanya ingin menghabiskan mata kuliah KKL para mahasiswa UMPR yang sudah mengambil mata kuliah itu. Dan ini merupakan kebijakan dekan maupun prodi terdahulu. “Kita juga merasa berat, sehingga kemarin berdasarkan keputusan bersama biaya KKL tersebut maks Rp 2 juta, dan minimal Rp1 juta. Kemudian nilai mahasiswa yang melaksanakan KKL juga sudah keluar termasuk juga yang belum melaksanakan KKL,” tambahnya.
Kemudian soal perkuliahan sistem kelas daerah, karena saat ini masih suasana pandemi Covid-19, sehingga perkuliahan juga dikurangi, dan ini juga kemauan para mahasiswa. Bahkan pihak fakultas membantu mahasiswa dengan menggelontorkan dana sebesar Rp200 ribu untuk membantu kuliah dalam jaringan (daring).
Terkait dengan bimbingan mahasiswa, pihak Fakultas lebih memakai dosen yayasan dibanding dengan dosen tidak tetap karena dosen Yayasan lebih banyak stand by berada di kampus, sehingga lebih memudahkan mahasiswa dalam melakukan bimbingan.
Menurut Hendri, di FKIP UMPR sudah terakreditasi B, ada sebanyak empat fakultas yakni Pendidikan Guru SD, Bimbingan dan Konseling, Pendidikan Ekonomi, dan Pendidikan Teknologi Informasi dengan jumlah total mahasiswa sebanyak 1.200 orang termasuk juga yang kuliah di kampus Kasongan dan Pulang Pisau. red