JAKARTA, JurnalBorneo.co.id – Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus menetapkan dua orang tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam kegiatan pelaksanaan yang dilakukan oleh PT. Duta Palma Group (DPG) di Kabupaten Indragiri Hulu, Senin (1/8/2022).
“Dalam tindak pidana korupsi, ditetapkan dua orang tersangka yaitu RTR selaku Bupati Kabupaten Indragiri Hulu periode 1999-2008 dan SD selaku Pemilik PT. DPG,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Ketut Sumedana dalam siaran persnya yang diterima media ini di Palangka Raya, Senin sore.
Dia menjelaskan selain kasus korupsi, SD selaku Pemilik PT. DPG juga ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang.
Dia membeberkan kedua kasus bermula pada 2003. Ketika ituSD selaku Pemilik PT. DPG (diantaranya PT.BBU, PT. PAL, PT. SS, PT. PS dan PT. KAT) melakukan kesepakatan dengan RTR selaku Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 untuk mempermudah dan memuluskan perizinan kegiatan usaha budidaya perkebunan kelapa sawit.
Dan kegiatan usaha pengolahan kelapa sawit maupun persyaratan penerbitan HGU kepada perusahaan-perusahaan SD di Kabupaten Indragiri Hulu di lahan yang berada dalam kawasan hutan baik HPK (Hutan Produksi yang dapat dikonversi), HPT (Hutan Produksi Terbatas) dan HPL (Hutan Penggunaan Lainnya) di Kabupaten Indragiri Hulu.
“Ternyata kelengkapan perizinan terkait Izin Lokasi dan Izin Usaha Perkebunan diduga dibuat secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan adanya Izin Prinsip, AMDAL. Hal bertujuan untuk memperoleh Izin Pelepasan Kawasan Hutan dan HGU,” ucapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan selain itu, PT. DPG sampai dengan saat ini tidak memiliki izin pelepasan Kawasan Hutan dan HGU. PT. DPG juga tidak pernah memenuhi kewajiban hukum untuk menyediakan Pola Kemitraan sebesar 20% dari total luas areal kebun yang di dikelola sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007.
Kegiatan yang dilakukan oleh PT. DPG tersebut mengakibatkan kerugian perekonomian negara yakni hilangnya hak-hak masyarakat Kabupaten Indragiri Hulu yang sebelumnya telah memperoleh manfaat dari hasil hutan untuk meningkatkan perekonomiannya serta rusaknya ekosistem hutan.
“Adapun estimasi kerugian keuangan negara dan perekonomian negara berdasarkan hasil perhitungan ahli sebesar Rp78 triliun,” jelas pejabat kejaksaan berpangkat satu bintang itu.
Perbuatan tersangka RTR disangka melanggar Primair: Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidiair: Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka SD disangka melanggar Kesatu
Primair: Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidiair: Pasal 3 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
DAN Kedua, Pertama: Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Atau Kedua: Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Adapun dua orang tersangka yaitu RTR sedang menjalani vonis pidana dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dana kasbon APBD Indragiri Hulu Tahun 2005-2008. Sementara itu SD dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” pungkas Dr. Ketut Sumedana. (puspenkum kejagung/red)
Foto: Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin (depan kemeja putih) didampingi Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Ketut Sumedana (tengah belakang). (JURNALBORNEO/Puspenkum Kejagung)