Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S. Bahat dengan pidana penjara selama 8 tahun dan 4 bulan.
Sedangkan sang istri Ary Egahni dituntut pidana penjara selama 8 tahun. Pembacaan tuntutan tersebut dilakukan dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Selasa (21/11/2023).
JPU menilai keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima gratifikasi Rp5.410.000.000 sebagaimana dakwaan kesatu yakni Pasal 12B junto Pasal 18 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHPidana junto Pasal 65 ayat (1) KHUPidana.
Keduanya juga dinilai bersalah sebagaimana dakwaan kedua yakni Pasal 12 huruf f junto Pasal 18 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHPidana junto Pasal 65 ayat (1) KHUPidana.
Dalam dakwaan kedua disebutkan terdakwa Ben S. Bahat bersama-sama dengan terdakwa Ary Egahni antara April 2013 sampai dengan awal tahun 2023 telah meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum dengan total sebanyak Rp6.111.985.000.
Dalam tuntutannya, JPU menuntut juga supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara itu memutuskan pidana denda masing-masing sebesar Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan.
Memutuskan juga pidana tambahan berupa uang pengganti kepada negara terhadap para terdakwa sejumlah Rp8.819.801.353. Selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta bendanya disita JPU dan dilelang. Bila para terdakwa saat terpidana tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara masing-masing selama 3 tahun,” ucap JPU KPK membacakan tuntutannya.
Hal-hal Memberatkan dan Meringankan
Dalam kesempatan itu, JPU membacakan hal-hal yang memberatkan dan meringankan yang menjadi pertimbangan pembuatan tuntutan.
Hal-hal yang memberatkan yakni para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Perbuatan terdakwa Ben Brahim S. Bahat telah merusak citra kepala daerah yang seharusnya mengayomi dan memberi contoh tauladan kepada masyarakat. Para terdakwa tidak mengakui perbuatannya.
Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah para terdakwa bersikap sopan dipersidangan. Belum pernah dihukum dan masih memiliki tanggungjawab keluarga.
Pembacaan tuntutan dilakukan secara bergiliran oleh tiga jaksa KPK diantaranya Zaenurrofiq dan Ahmad Ali Fikri Pandela selama hampir dua jam.
Penasehat Hukum Kecewa
Seusai persidangan, Regginaldo Sultan selaku Penasehat Hukum Ben Brahim S. Bahat dan Ary Egahni kepada para wartawan mengaku kecewa terhadap isi tuntutan JPU KPK.
Kekecewaan pihaknya didasari oleh sikap JPU KPK yang menutup mata terhadap fakta-fakta dan keterangan para saksi selama persidangan.
Menurutnya, di dalam persidangan para saksi menyampaikan bahwa peristiwa itu merupakan perkara pinjaman antara terdakwa dengan saksi. Para saksi juga mengakui pinjaman telah dikembalikan.
Dengan demikian, bagi pihaknya perkara itu sudah cukup dan jelas hanya merupakan perbuatan perdata yang sudah sempurna. Tetapi sayangnya, dalam tuntutannya JPU mengharapkan bantahan-bantahan tersebut harus disertai bukti-bukti yang lain.
“Segitu kaku dan formalnya JPU terkait adanya pinjam meminjam uang. Dalam hal ini bukan dari sisi terdakwa Ben Brahim S. Bahat saja yang menyatakan telah mengembalikan. Sebaliknya dari sisi para saksi seperti Agus Cahyono, Suwarno Muriyat dan beberapa saksi lainnya menyatakan juga telah menerima pengembalian uang pinjaman tersebut,” ucapnya.
Pada akhir keterangannya, dia menegaskan semua itu akan dituangkan dalam surat pembelaan (pledoi) yang akan dibacakan pada persidangan 30 November 2023. (fer)