Jakarta, JurnalBorneo.co.id – Tim Tangkap Buronan Kejaksaan Agung berhasil amankan 629 orang yang tercantum dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Keberhasilan itu tidak lepas dari kerja sama dengan Tim Intelijen Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri se-Indonesia.
“Kegiatan tersebut digelar sepanjang 23 Oktober 2019 hingga 26 November 2023,” kata Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Reda Manthovani di Jakarta, Minggu (26/11/2023).
Berikut jumlah rekapitulasinya:
– 23 Oktober-31 Desember 2019 sebanyak 28 orang.
-1 Januari-31 Desember 2020 sebanyak 138 orang.
– 1 Januari-31 Desember 2021 sebanyak 149 orang.
– 1 Januari-31 Desember 2022 sebanyak 181 orang.
-1 Januari-24 November 2023 sebanyak 133 orang.
“Jumlah total DPO tersebut terdiri dari buronan Tindak Pidana Umum, Tindak Pidana Korupsi atau Tindak Pidana Khusus lainnya,” jelasnya.
Kemudian, sambungnya, dari keseluruhan DPO yang telah diamankan, terdapat satu DPO yang telah menimbulkan kerugian negara terbesar yaitu atas nama terpidana Ahmad Riyadi alias Adi Widodo.
Terpidana ini merupakan DPO asal Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang tersandung kasus korupsi. Penetapan DPO berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 1558K/PID/2005 tanggal 27 Maret 2006.
Terpidana Ahmad Riyadi alias Adi Widodo telah secara bersama-sama sebagai orang yang melakukan, turut serta melakukan atau menyuruh melakukan, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Atas perbuatannya, Badan Usaha Milik Negara PT Bank Mandiri KCP Jakarta Prapatan mengalami kerugian senilai Rp120miliar.
Reda menyampai, Jaksa Agung dalam berbagai kesempatan selalu menekankan kepada jajaran Kejaksaan, untuk memonitor dan segera menangkap buronan yang masih berkeliaran, guna dilakukan eksekusi demi kepastian hukum.
Selain itu, Jaksa Agung juga mengimbau kepada seluruh buronan yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan RI, untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya karena tidak ada satu pun tempat bersembunyi yang aman bagi pelanggar hukum. (Puspenkum Kejagung/fer)