PALANGKA RAYA, jurnalborneo.co.id — Menarik untuk didiskusikan statement Walikota Palangka Raya yang terbit di salah satu portalweb pada tanggal 15 Juni 2023 yang diberi judul “Truk Angkut Kayu Log Dilarang Masuk Kota”.
Para pihak, khususnya pelaku usaha tentunya berharap, statement pelarangan ini diikuti dengan solusi kata “kecuali”, misalnya kecuali pada jam jam tertentu, atau kecuali pada untuk kepentingan yang sangat urgen. Bukan sebaliknya (mohon maaf), kecuali untuk yang punya katabelece alias dekingan, atau kecuali bagi yang mau membayar.
Kenapa dikatakan demikian? Karena Kota Palangka Raya ini yang konon jumlah penduduknya sudah mencapai dua ratusan ribu jiwa lebih dan sudah bermetamorfosa menjadi kota maju di Kalteng. Secara infrastruktur belum terintegrasi kawasan pergudangan/stockfile barang yang refresentatif dan terpadu di tiga sudut kotanya.
Sehingga bagaimana caranya truk yang bertonase tinggi ingin melansir barangnya ke lokasi usahanya, ataupun bagaimana para investor yang berkemungkinan ingin mengantarkan kayu log dan barang komoditas lainnya melewati kota ke tujuan dan atau pelabuhan.
Mau lewat mana truk bertonase tinggi tersebut lewat. Apakah harus terbang dari dan menuju lokasi usaha lalu sampai ke tujuan atau pelabuhan.
Maka dari itu sudah saatnya Kota Palangka Raya ini memiliki atau menata kawasan pergudangan secara terpadu, sehingga kedepan kalimat yang dilontarkan walikota, dapat diterima dengan akal sehat para pengusaha. Sehingga bisa dipatuhi dan diwujudkan.
Jikalau posisi sekarang walikota melontarkan kalimat ekstrim, truk dilarang masuk kota, kami rasa percuma saja. Karena akan mematikan investasi di kota ini, karena pak wali melarang tanpa solusi untuk memecahkan masalah pengangkutan barang-barang yang bertonase tinggi tersebut.
Kota Palangka Raya merupakan salah satu daerah yang terbilang strategis di Kalteng, terletak di Tengah Jantung Kalimantan Tengah dan perlintasan antar daerah yang amat menjanjikan secara ekonomi.
Sehingga Visi Palangka Raya kedepan menjadi Pusat Perdagangan dan Jasa di Kalteng sangat memungkinkan, apabila Pemerintah Kota dan seluruh stakeholder serius secara bersama sama berkomitmen dan bekerja untuk mencapainya.
Meningkatnya ekonomi Kota Palangka Raya, tentu akan meningkat pula lalu lintas distribusi barang dan jasa, akibatnya lalu lintas dalam kota semakin padat, dan rentan terhadap kemacetan serta tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas perkotaan.
Persoalan lalu lintas tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh adanya pergerakan sistem primer, khususnya yang berkaitan dengan distribusi barang dari luar ke dalam kota, sehingga pergerakan sekunder (dalam kota) berbaur dengan pergerakan primer (antara kota).
Oleh karena itu, untuk memperkecil persoalan lalu lintas dalam kota ini, ruas jalan dalam kota harus diatur secara berkeadilan (bukan dilarang, red) dengan cara dibebaskan dari pergerakan angkutan barang antar kota, yang umumnya menggunakan truk besar hanya pada jam-jam tertentu atau jam sibuk.
Untuk truk besar yang membawa kebutuhan pokok, barang dari produsen hendaknya tidak dikirimkan langsung pada pengecer dalam kota, tapi ditampung terlebih dahulu oleh distributor di pergudangan luar kota, dari sana baru didistribusikan ke pengecer dalam kota menggunakan angkutan lokal dengan jenis kendaraan kecil (pick up).
Dengan demikian ruas ruas jalan dalam kota dapat terhindar dari lalu lintas kendaraan angkutan berat (bertonase tinggi). Mekanisme seperti itu dapat terwujud bila tersedia fasilitas pergudangan di tepi atau di luar kota yang diatur dengan baik.
Sementara itu yang dipersoalkan Pemerintah Kota Palangka Raya belakangan ini terkait truk Over Dimension adalah suatu kondisi dimana dimensi pengangkut kendaraan tidak sesuai dengan standar produksi dan ketentuan peraturan. Sedangkan Over Load adalah suatu kondisi di mana kendaraan mengangkut muatan yang melebihi batas beban yang ditetapkan.
Untuk hal tersebut Walikota sedianya akan menerapkan Kebijakan Zero ODOL tahun ini, tapi kebijakan itu oleh para pelaku usaha diperkirakan justru akan memicu kenaikan inflasi di Palangka Raya.
Kebijakan Zero ODOL ini dapat menyumbang kenaikan inflasi yang signifikan. Para pelaku usaha sebenarnya tidak keberatan dengan penerapan Zero ODOL. Namun, untuk penegakan hukumnya perlu juga melihat dampak-dampaknya.
Para pelaku usaha sepakat bahwa Zero ODOL sangat baik. Namun, ada hal yang memang perlu diantisipasi dengan merelaksasi kebijakan ini.
Sektor industri sebenarnya sudah menyiapkan diri terkait kebijakan Zero ODOL. Namun, ketika industri sudah melakukan perencanaan yang disesuaikan penganggaran dan peraturan, terjadi pandemi covid-19 beberapa waktu lalu yang memukul industri secara luar biasa.
Efeknya sampai saat ini masih terasa dan industri masih dalam tahap pemulihan dari kehilangan yang cukup banyak di awal 2020 lalu.
Kebijakan Zero ODOL yang belum melibatkan seluruh asosiasi para pengusaha atau pedagang dalam pembahasannya ini jelas akan mengacaukan ekonomi. Para pelaku usaha mengkhawatirkan, pelarangan truk ODOL tahun ini bisa memicu kenaikan harga barang yang otomatis memicu inflasi. Apalagi menjelang perayaan Hari Raya Idul Adha dan Tahun Politik 2024.
Para pihak menyarankan agar pemerintah kota, berhati-hati sebelum mengambil kebijakan pelarangan truk ODOL di tengah kekhawatiran akan potensi pelemahan ekonomi tahun ini. Kebijakan Zero ODOL ini bisa mengakibatkan inflasi kalau pertimbangannya tidak secara komprehensif, dan juga bisa meningkatkan harga kebutuhan pokok masyarakat.
Selain itu akan rawan gesekan di tengah-tengah masyarakat kalau penegakan atau penertiban truk ODOL di lapangan justru dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang dan tidak punya kewenangan. Sehingga rawan konflik dan kegaduhan di tengah upaya pemerintah menjaga Kamtibmas menjelang pemilu 2024. (red)