PERAN AKUNTANSI FORENSIK DALAM MENGUNGKAP KECURANGAN (FRAUD)
Oleh : Supian Noor, S.E., CFrA. *)
Akuntansi Forensik adalah tindakan menentukan, mencatat, menganalisis, mengklasifikasi, melaporkan, dan mengonfirmasikan data keuangan historis atau aktivitas akuntansi lainnya untuk penyelesaian sengketa hukum saat ini atau di masa mendatang. Forensik dalam profesi akuntan berkaitan dengan keterkaitan dan penerapan fakta keuangan dengan permasalahan hukum.
Dalam perspektif Kriminologi, tindakan seperti; korupsi, pencucian uang, penggelapan pajak, penipuan nasabah bank, dan sebagai masuk ke dalam Kejahatan Kerah Putih atau White-Collar Crime. Kejahatan tersebut kerap dilakukan oleh mereka yang dianggap berasal dari kalangan kelas “atas”, “terpandang”, dan “berpendidikan”. Kejahatan ini terjadi secara “kasat mata”, tidak diketahui, namun dampaknya sangatlah besar.
Bagaimanakah tindakan korupsi tersebut dapat diketahui? Bukankah kejahatan itu dilakukan secara diam-diam dan “kasat mata”? Siapakah yang dapat membuktikan tindakan tersebut? Jawabannya adalah seorang akuntan forensik.
Akuntansi Forensik bertujuan untuk menjawab suatu kebutuhan karena adanya indikasi atau prediksi bahwa suatu tindakan fraud terjadi. Fraud adalah Penipuan. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan review mendetail dan menyeluruh terhadap data keuangan dan non-keuangan. Lewat pencarian fakta (fact finding), admission checking, hingga interview pihak ketiga, Akuntansi Forensik diharapkan mampu menyelesaikan suatu tuduhan atau kecurigaan dengan memberikan fakta.
Seorang akuntan forensik akan melakukan pengumpulan data keuangan yang sistematis untuk;
- menganalisa dan menginterpretasikan masalah keuangan yang kompleks, dan,
- menanggapi keluhan yang timbul dari masalah-masalah pidana, perdata, dan pertanyaan lainnya yang timbul dari penyelidikan suatu perusahaan.
Dalam pengumpulan data, Akuntansi Forensik lebih menekankan pada teknik wawancara yang mendalam dan analisis data. Akuntansi Forensik hanya memfokuskan pada segmen tertentu misalnya pemasukan dan pengeluaran yang dicurigai telah terjadi fraud baik dari laporan pihak internal atau orang ketiga (tip off) atau petunjuk terjadinya kecurangan (red flag) dan petunjuk lainnya.
Untuk melakukan tindakan akuntansi Forensik diperlukan seorang auditor forensik yang memiliki sertifikat Certified Fraud Examiners (CFE) yang diterbitkan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) sebagai pembuktian atas pengetahuan dan pengalaman secara global pemegang sertifikat tersebut sebagai seorang profesional di bidang anti-fraud. Di Indonesia, pemegang sertifikat CFE banyak dibutuhkan oleh Lembaga lembaga seperti KPK, BPK, BPKP, Kementerian Keuangan, serta beberapa perusahaan swasta besar terkemuka (Tias, 2020). Selain itu, BPKP, Polri, dan Kejaksaan Agung RI juga telah membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi – Auditor Forensik (LSP-AF) yang menerbitkan sertifikasi profesi auditor forensik (CFrA) yang semakin mengukuhkan keberadaan profesi auditor forensik di Indonesia.
Melihat karakteristiknya yang unik sebagai salah satu bidang khusus dalam akuntansi, akuntansi dan audit forensik memiliki peranan yang penting dalam mengungkap kasus fraud dan korupsi. Indonesia memiliki potensi yang besar dalam menerapkan akuntansi dan audit forensik. Namun, hal ini juga harus didukung dengan sistem pendidikan yang memadai. Mahasiswa perlu dikenalkan mengajarkan dasar-dasar akuntansi forensik guna mempersiapkan calon-calon praktisi audit forensik Indonesia untuk memberantas fraud dan korupsi di masa depan.
Dengan keberadaan seorang Auditor Forensik diharapkan dapat mengungkapkan kecurangan – kecurangan yang terjadi pada laporan keuangan,sehingga tindakan korupsi, pencucian uang, penggelapan pajak, dll dapat terungkap.
*) Auditor Muda APIP Kabupaten Kotawaringin Timur