Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Perusahaan besar swasta yang bergerak dalam bidang perkebunan kelapa sawit PT. BSSU dilaporkan ke Polda Kalteng, Senin (29/1/2024).
Pelaporan tertulis dilakukan oleh 10 warga Desa Pujon yang didampingi Ketua Kalteng Watch Satgas Anti Mafia Tanah, Men Gumpul dengan membawa bukti-bukti.
PT. BSSU diketahui beroperasi di Desa Pujon, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalteng.
Ditemui seusai melapor, Men Gumpul mengatakan PT. BSSU dilaporkan dengan dugaan melanggar 4 pasal KUHPidana.
PT BSSU diduga melanggar Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan, Pasal 406 dan 412 KUHP tentang merusak tata ruang dan tanam tumbuh, serta Pasal 480 KUHP tentang membeli barang hasil kejahatan.
“Inti laporan kami yakni dugaan pengrusakan situs budaya dan penyerobotan lahan serta penadahan,” kata Men Gumpul kepada para wartawan. Perkataan itu diamini oleh seluruh warga yang melapor.
Lebih lanjut, Ketua Kalteng Watch ini membeberkan, tanah yang diduga diserobot berada di wilayah Sei Benuas, Sei Galang Batang, dan Sei Dahiyan, Desa Marapit dengan luas 113,5 hektar.
Sejak tahun 1945 tanah tersebut telah ditempati dan diolah Ajak Jaya beserta istri dan 6 anaknya. Di lokasi itu, Ajak Jaya mendirikan keramat Amai Suling berdasarkan ritual adat suku Dayak.
Terdapat juga Pukung Pahewan yang merupakan kawasan larangan suku Dayak dan Kaleka atau bekas ladang yang kini ditumbuhi pohon buah-buahan.
“Sungguh sangat disayangkan, saat ini semua itu baik situs budaya dan lahan warga terindikasi telah dihancurkan perusahaan. Yang tersisa hanya Keramat Amai Suling,” beber Men Gumpul.
Terkait perkara itu, Sudarwana Sakri selaku ahli waris Ajak Jaya menyampaikan, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan PT. BSSU sebanyak 7 kali. Namun tak jua menemui jalan keluar. Penyebabnya, PT. BSSU beralasan telah membeli tanah tersebut. Setelah ditelusuri pembelian dilakukan dengan pihak yang tidak jelas.
“Oleh sebab itu kami melaporkannya ke Polda Kalteng. Semoga penyidik kepolisian segera mengusut kasus ini. Hal ini demi melindungi hak warga sekaligus melestarikan situs budaya yang hampir punah akibat ekspansi perkebunan sawit,” pungkasnya.
Sementara itu, sampai terbitnya berita ini PT. BSSU melalui Linus Soemanji tidak menjawab konfirmasi yang dilakukan melalui pesan singkat dan panggilan telepon. (fer)