PALANGKA RAYA, jurnalborneo.co.id -Putusan adat terhadap sangketa lahan kebun sawit di Desa Pelantaran, Kecamatan Cempaga Hulu, Kotawaringin Timur (Kotim) terkesan dilecehkan oleh salah satu pihak yang bersengketa.
Hal tersebut membuat Dewan Adat Dayak (DAD) Kotim merasa disepelekan atas putusan adat Basara Hai tahun 2022 lalu, putusan tersebut seperti direndahkan oleh sebagian pihak dalam mediasi sengketa lahan kebun sawit antara Alpin Laurence cs dan Hok Kim yang dimediasi langsung Bupati Kotim Halikinnor, Selasa (14/02/23).
Melalui Ketua DAD Kotim, Untung mengatakan bahwa, dirinya akan membawa pihak yang merendahkan putusan tersebut ke ranah hukum adat untuk diadili, baik dari pihak Hok Kim Alias Acen, bahkan Pihak Kapolres Kotim yang menolak laporan masyarakat mengenai situasi di lahan sengketa tersebut.
“Adat ini dilecehkan dan mereka tidak mengakui putusan adat pada tahun 2022 itu. Padaha Hukum adat tersebut harus dihargai dan dihormati, oleh sebab itu, kita akan melakukan sidang adat karena pelecehan itu,” ucap Untung.
Ditambahnya bahwa Pihak DAD Kotim akan menggugat sesuai aturan berdasarkan apa yang disampaikan oleh masyarakat. Pihak yang terseret kemungkinan yakni Hok Kim alias Acen, Penasehat Hukum (PH) Acen, dan Kapolres Kotim.
“Kapolres Kotim juga, karena laporan yang ada di Polres Kotim ditolak dan tidak diterima. Ada apa laporan korban ditolak, apa masalahnya?,” tegas Untung.
Mengenai hasil mediasi yang tak menemui titik terang bahkan ada pelecehan putusan adat. DAD Kotim akan melapor dan konsultasi bersama DAD Provinsi Kalimantan Tengan (Kalteng) mengenai mantir basara mendatang.
Mengenai hasil putusan adat tahun 2022 lalu, dua pihak yang bertikai sudah pasti ada yang kalah dan menang. Ketua DAD berharap siapapun yang kalah atau menang harus tunduk dan patuh atas hasil putusan.
“Kalau dia merasa tidak adil, maka dia lapor ke pengadilan. Hukum adat itu tunduk dan patuh terhadap hukum positif. Berdasarkan putusan adat dari kedua belah pihak yang sama-sama memiliki. Putusan adat yang ada di dalamnya dimenangkan Alfin Laurence cs. Mau tidak mau seluruh pihak menghormati putusan itu sampai ada putusan hukum yang lebih tinggi dari itu,” pungkasnya.
Namun, bukannya tunduk dengan putusan tersebut. Kuasa Hukum Hok Kim malah menyatakan kekisruhan hingga pertikaian kelompok di lokasi kebun itu diakibatkan oleh putusan adat melalui Basara Hai. Dan itu terekam jelas saat forum mediasi.
“DAD Kotim menyikapi dengan melaporkan sejumlah pejabat itu, kedua kami juga akan melakukan persidangan adat terhadap Hok Kim, pengacara Hok Kim yang membuat hukum adat dayak ini menjadi situasi menjadi kisruh. Apabila ini tidak ditindaklanjuti, maka hukum adat kita ini akan punah,” terangnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Alpin Laurence, Mambang Tubil dan Zainal Abidin menyatakan prihatin atas sikap penegak hukum dalam hal ini Polres Kotim yang tidak adil.
Salah satunya kasus penyerangan dan sweping pekan lalu oleh sejumlah preman di lokasi kelapa sawit itu tidak diproses sampai saat ini meski sudah jelas itu merupakan peristiwa hukum alhasil mereka akan membawa perkara ini ke Mabes Polri untuk dipidana.
“Kami akan laporkan ini ke Mabes Polri,”Ucap Mambang.
Selain itu, dirinya juga mendukung langkah DAD Kotim untuk menjaga keputusan adat yang mana sudah dimenangkan Alpin Laurence sebagai pemilik kebun sawit tersebut. Bagi mereka keputusan akhir adat ini merupakan pegangan mereka yang kuat dan harusnya dihormati oleh semua pihak.
“Terkait Dengan Insiden Kasus penyerangan di lahan kebun sawit terhadap orang yang melaksanakan putusan adat, oleh sebab itu, kami tetap memberikan dukungan kepada rekan yang pada saat ini telah berjuang menegakan hukum adat, jadi semuanya harus patuh kepada hukum adat dan kami dukung DAD Kotim untuk menegakan hukum adat terhadap orang yang tidak patuh kepada hukum adat,” tutupnya. (Mads)