Jakarta, jurnalborneo.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menuai sorotan setelah mengeluarkan putusan yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil. Keputusan tersebut mendapat kritik tajam dari Koordinator Presidium Nasional BEM PTMA Seluruh Indonesia, Yogi Syahputra Alidrus, yang menilai putusan tersebut sarat kepentingan politik dan tidak sejalan dengan semangat reformasi.
Dalam keterangannya, Yogi menyebut putusan MK tersebut sebagai langkah inkonstitusional yang tidak memiliki dasar hukum kuat.
Menurutnya, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia masih menjadi landasan utama yang mengatur kedudukan dan fungsi Polri.
Karena itu, ia menilai putusan MK tidak memiliki legitimasi eksekutorial yang jelas dan justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.
Yogi juga menilai keputusan tersebut kontraproduktif dengan agenda besar reformasi Polri. Apalagi, pemerintah baru saja membentuk Tim atau Komisi Percepatan Reformasi Polri yang bertujuan memperkuat profesionalisme, tata kelola, serta akuntabilitas kepolisian.
“Putusan ini justru seperti mundur dari upaya memperbaiki institusi Polri,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (15/11/2025).
Lebih lanjut, Yogi menegaskan bahwa Polri merupakan institusi sipil bersenjata yang sejak reformasi 1998 telah menjalankan fungsi non-militer dalam bidang keamanan, pelayanan publik, hingga penegakan hukum.
Menurutnya, dinamika keamanan dan pelayanan publik saat ini membutuhkan pemahaman birokrasi yang kuat sehingga kehadiran anggota Polri dalam jabatan sipil dianggap justru dapat memperkuat tata kelola pemerintahan.
“Pembatasan ini bukan hanya tidak relevan, tetapi juga kontraproduktif dengan kebutuhan negara. Polri yang memahami birokrasi pemerintahan seharusnya dapat berperan di jabatan sipil untuk menjawab tantangan sosial-politik dan keamanan yang semakin kompleks,” jelasnya.
Yogi menilai putusan MK berpotensi menghambat upaya modernisasi pemerintahan.
Ia menyebut pelarangan tersebut sebagai kemunduran demokrasi dan tidak sesuai dengan kondisi terkini yang menuntut kolaborasi lintas sektor, termasuk antara institusi sipil dan aparat keamanan.
BEM PTMA Indonesia pun mendesak agar putusan tersebut dikaji ulang dan pemerintah tetap fokus pada agenda reformasi Polri sebagai bagian dari penguatan tata kelola keamanan dan pelayanan publik di Indonesia. (Shah/Ahaf)









