Karimun, jurnalborneo.co.id — Staf Ahli Gubernur Bidang Pemerintahan Hukum dan Politik, Herson B Aden, menghadiri kegiatan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2023 yang digelar di Hotel Aston Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 28-31 Agustus 2023.
Kegiatan GTRA Summit mengangkat tema “Transformasi Reforma Agraria, Mewujudkan Kepastian Hukum, Keberlanjutan Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat”.
GTRA Summit 2023 dibuka secara daring oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (RI) Airlangga Hartanto. Pembukaan GTRA Summit 2023 dihadiri secara langsung Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto dan Wamen Raja Juli Antoni, Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan juga Gubernur Riau Syamsuar, Bupati Karimun Aunur Rafik dan Gubernur seluruh Indonesia serta peserta dari seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya Menko, Airlangga mengatakan GTRA Summit menjadi momentum bagi semua pihak baik dari kementerian, lembaga serta pemerintah daerah untuk bersatu padu dalam menyelesaikan berbagai persoalan lahan, guna memberikan kepastian hukum atas tanah kepada mesyarakat.
“Dengan kata lain, GTRA Summit harus bisa mengintegrasikan, memadukan seluruh kementerian, lembaga dan juga pemerintah daerah untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang menyangkut pertanahan,” ujar Airlangga yang juga Ketua Tim Reforma Agraria Nasional.
Sementara itu, Menteri Hadi Tjahjanto sendiri mengakui kalau GTRA Summit adalah wadah mengimplementasikan amanat Keputusan Presiden No. 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria. Di mana ini juga menjadi wadah bagi kementrian lembaga dan seluruh lintas sektoral, untuk bahu membahu merumuskan satu kebijakan, menyelesaikan persoalan agraria di seluruh Wilayah Indonesia.
Menurut Hadi, pada pelaksanaan reforma agraria di Wakatobi 2022 lalu, Presiden RI Joko Widodo dengan tegas mengatakan, tidak akan menolerir terjadinya kerugian negara, masyarakat, yang disebabkan oleh ego sektoral dan ego lembaga, dan bisa menghambat pelaksanaan Reforma Agraria.
Dijelaskan bahwa Indonesia masih menghadapi adanya irisan persoalan terkait lahan bermasalah. Dalam hal ini, antara lahan warga masyarakat dengan lahan yang menjadi aset mlik negara. Kasus yang terjadi, seperti di Purworejo, Blora hingga penguasaan aset milik KAI, TNI, Pelindo tidak boleh terus terjadi.
“Begitupun dengan persoalan irisan persoalan lahan warga dengan lahan kawasan hutan. Saat ini yang sudah kita redistribusi baru 1,6 juta atau 37 persen dari 4,1 juta hektar yang harus diselesaikan,” jelas Hadi Tjahjanto.
Lebih lanjut disampaikan, Indonesia juga masih dihadapkan dengan persoalan masyarakat yang bermukim diatas air dan wilayah pesisir yang teleh berlangsung turun temurun. Dimana negara harus hadir memberikan kepastian, dengan bisa memberikan sertifikat hak atas tanah bagi mereka.
“Juga ada 22 desa berada di kawasan dan pinggiran hutan yang harus bisa dikonkretkan. Dan ini tugas lintas sektoral guna menyelesaikan semua permasalahan ini,” tutup Hadi Tjahjanto. (red)