Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Persidangan tindak pidana korupsi (Tipikor) penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik tahun anggaran 2017 Dinas Pendidikan (Disdik) Katingan Rabu (16/8/2023) memasuki agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi oleh terdakwa Jefri Suryatin.
Pembelaan yang dibacakan oleh Pua Hardinata selaku Penasihat Hukum Jefri merupakan jawaban atas surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan pada 10 Agustus 2023.
Pua mengatakan pembelaan yang dibacakan terkait dengan dakwaan ketiga JPU yakni Pasal 11 UU Tipikor bahwa seorang PNS tidak boleh menerima hadiah atau janji karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
“Kami membantah dakwaan Pasal 11 karena klien kami bukanlah seorang pejabat tapi hanya seorang operator yang tidak memiliki kekuasaan atau kewenangan yang bisa memerintah dan merumuskan kebijakan mempengaruhi orang lain,” ucap Pua.
Terdakwa Jefri Suryatin merupakan petugas Operator Sistem Informasi Manajemen Tunjangan (Simtun) pada Dinas Pendidikan (Disdik) Katingan. Masa kerja terdakwa baru 2 tahun 9 bulan atau baru menjalani 1 tahun 9 bulan paska penghapusan CPNS. Sebelumnya sejak tahun 2012 Jefri adalah tenaga honor.
Selain itu, sambungnya, terdakwa tidak terbukti menerima hadiah atau janji karena tidak terdapat dua alat bukti yang bisa membuktikannya. JPU juga tidak bisa menyebutkan kepastian dan kevalidan nominal yang diterima oleh terdakwa.
Kesaksian para saksi dipersidangan yang menyebutkan ada memberikan hadiah berupa uang juga telah dibantah keras terdakwa Jefri. Keterangan para saksi berdiri sendiri dan tidak didukung dengan alat bukti lain sebagaimana dalam KUHAP.
Terkait kerugian negara, pengacara senior ini menyebutkan di dalam kasus korupsi, kerugian negara harus jelas, nyata dan terukur sebagaimana isi putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016. Sedangkan yang dituduhkan kepada Jefri, kerugian negara sekedar potensi atau indikasi.
Dengan demikian surat dakwaan ketiga (Pasal 11 UU Tipikor) adanya menerima hadiah atau janji dari kesimpulan LHP Inspektorat Katingan tidak terbukti sebagaimana dalam dakwaan sebesar Rp916,7 juta.
Pua juga menyoroti penggunaan LHP Inspektorat Katingan untuk menjerat kliennya. Menurut dia, LHP tersebut tidak bisa lagi digunakan sebagai barang bukti, dengan alasan sudah pernah dijadikan berkas perkara dan telah dinilai dalam perkara Jainudin Sapri dan Supriadi dengan putusan bebas yang dikuatkan oleh putusan kasasi MA.
Dia mengistilahkan LHP Inspektorat Katingan adalah barang yang sudah mati atau suatu bukti yang tidak bernilai.
“Perkara ini kurang dua alat bukti hanya berdasarkan keterangan saksi belaka di mana keterangan saksi-saksi berdiri sendiri. Oleh karena itu, kami optimis bahwa perkara ini harus diputuskan tidak bersalah atau bebas,” ucap Pua dengan semangat.
Sementara itu, Hadiarto selaku JPU perkara tersebut menolak isi pledoi yang menyebutkan perkara kurang alat bukti. Sebabnya, apa yang diterima terdakwa Jefri merupakan pemberian bukan tertangkap tangan sehingga alat bukti lain tidak ada.
“Namanya pemberian pasti orang yang diberi nggak mau mengaku. Kalau ngaku, masuk penjara semua,” ucapnya.
Terhadap tudingan kerugian negara hanya sekedar potensi, Kasi Pidsus Kejari Katingan ini menyampaikan dalam perkara itu pihaknya tidak mengarah ke kerugian negara namun fokus pada Pasal 11 UU Tipikor, penerimaan janji atau hadiah oleh PNS atau penyelenggara negara.
Menurut dia, di dalam LHP Inspektorat Katingan sebelumnya terdakwa Jefri pernah dimintai keterangan oleh tim pemeriksa yang sudah ditandatangani dan diberi materai. Pada saat itu terdakwa Jefri mengakui ada menerima pemberian hadiah dari beberapa guru yang nominalnya yang berbeda dalam nota pembelaan sebesar Rp916,7 juta.
“Padahal dalam dakwaan Pasal 11, terdakwa terima tidak terlalu besar atau tidak sampai Rp916,7 juta tapi sekitar Rp39 jutaan sesuai versi dakwaan kedua. Namun dalam persidangan terdakwa menyatakan dirinya dipaksa atau diarahkan tim Inspektorat Katingan. Kenapa pada waktu pemeriksaan saksi dari Inspektorat Katingan terkait hasil LHP dia tidak membantah,” pungkasnya.
Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Jefri Suryatin dengan pidana penjara selama 1,5 tahun dan pidana denda sebesar Rp50 juta subsidair pidana kurungan selama 2 bulan.
JPU menilai Terdakwa terdakwa Jefri Suryatin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan ketiga “Pegawai Negeri yang menerima hadiah atau janji ” sebagaimana dimaksud dalam dakwaan ketiga , yaitu melanggar Pasal 11 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Terdakwa Jefri Suryatin selaku operator Sistem Informasi Manajemen Tunjangan (SIMTUN) pada Dinas Pendidikan Katingan telah membuat dan mengajukan daftar penerima tunjangan khusus guru PNSD Kabupaten Katingan tanpa melakukan verifikasi dan validasi data pada kegiatan penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik tahun anggaran 2017 untuk guru di daerah terpencil dari Dana Perimbangan Pemerintah Pusat. (fer)