SAMPIT, jurnalborneo.co.id — Masyarakat Desa Pelantaran, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), seakan menjadi kambing hitam penegakan hukum di lahan sengketa antara Hok Kim alias Acen dan Alfin Laurence CS.
Sejumlah laporan kepada Kepolisian Resort Kotim informasinya ditolak mentah-mentah dan seakan diremehkan. Salah satunya kasus penyerangan dan sweping pekan lalu oleh sejumlah oknum preman di lokasi kebun kelapa sawit.
Insiden tersebut hingga kini belum diproses, meski sudah jelas hal tersebut merupakan peristiwa yang mengganggu kondusifitas di masyarakat bahkan menyalahi hukum.
Sebaliknya, baru-baru ini kepolisian justru melayangkan surat penggilan, terhadap warga yang diduga melakukan pencurian buah sawit atas laporan dari Hok Kim alias Acen.
Laporan pada November 2022 tersebut ditindaklanjuti kepolisian kembali, mengingat lahan dalam kondisi bersengketa dan pihak Hok Kim dinyatakan kalah dalam putusan adat Basara Hai DAD Kotim beberapa waktu lalu.
Menurut salah satu Ketua RT di sekitar lahan sengketa Desa Pelantaran Arbani yang dihubungi via Whats App bahwa ketika dirinya mendampingi warga yang melapor tidak ditanggapi karena kurang bukti.
“Kami sempat bingung kenapa laporan kami tidak diterima,mssalah tidak cukup bukti adalah proses selanjutnya yang penting terima dulu karena kami berhak dilayani sebagai warga negara yang sama kedudukannya di mata hukum,” ungkapnya, Rabu (15/2/2023).
Ia juga menegaskan bahwa masyarakat pelantaran tidak ada kepentingan dalam sengketa lahan antara Hok Kim dan Alfin.
“Kalau saat masuknya ratusan massa tak dikenal ke lahan sengketa kami bereaksi secara spontan dari masyarakat pelantaran yang kaget dan kami melakukannya demi keamanan desa kami dan tidak ada tindakan angresif dan masyarakat masih mematuhi pihak berwajib,” pungkasnya
Disisi lain, Kuasa Hukum Alpin Laurence, Mambang Tubil dan Zainal Abidin menyatakan prihatin atas sikap penegak hukum dalam hal ini Polres Kotim yang tidak adil.
“Kami akan laporkan ini ke Mabes Polri,” kata Mambang.
Padahal menurutnya, dalam Pasal 15 peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang kode etik berbunyi bahwa Polisi yang menerima laporan dilarang atau tidak boleh mengabaikan atau meremehkan laporan yang dibuat warga.
Selain itu juga, dia mendukung langkah DAD Kotim untuk menjaga keputusan adat yang mana sudah dimenangkan Alpin Laurence sebagai pemilik kebun sawit tersebut.
Bagi mereka keputusan akhir adat ini merupakan pegangan mereka yang kuat dan harusnya dihormati semua pihak.
“Kasus penyerangan di kebun ini terhadap orang yang melaksanakan putusan adat maka sebab itu kami tetap memberikan dukungan kepada rekan yang pada saat ini telah berjuang menegakan hukum adat, jadi semuanya harus patuh kepada hukum adat dan kami dukung DAD Kotim untuk menegakan hukum adat terhadap orang yang tidak patuh kepada hukum adat,” tutupnya. (Mads)