Jakarta, jurnalborneo.co.id – Koordinator Presidium Nasional Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiyah (BEM PTMA) Indonesia, Yogi Syahputra Alidrus, menilai langkah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang berencana memberhentikan sejumlah anggota dewan berstatus nonaktif tidak tepat.
Menurut Yogi, MKD harus mengedepankan prinsip objektivitas dan profesionalisme dalam menangani perkara yang melibatkan para anggota DPR tersebut.
“Anggota DPR yang dinonaktifkan partainya justru menjadi korban disinformasi dan kampanye kebencian,” ujar Yogi, Minggu (2/11/2025).
Ia menilai tuduhan yang berkembang di publik terhadap sejumlah anggota DPR nonaktif tidak disertai dengan bukti hukum yang kuat.
Opini publik, lanjutnya, lebih banyak dibangun melalui framing negatif di media sosial.
“Padahal, tidak ada pelanggaran hukum yang mereka lakukan. Tuduhan yang beredar tidak didukung bukti yang sah,” tegasnya.
Akibat situasi tersebut, kata Yogi, sejumlah anggota DPR nonaktif kehilangan reputasi dan kepercayaan publik tanpa dasar hukum yang jelas.
Ia pun menegaskan bahwa pemberhentian atau pergantian antarwaktu (PAW) tidak dapat dilakukan tanpa landasan hukum yang tegas.
“DPR harus menjadi lembaga yang menjunjung tinggi asas keadilan dan prinsip praduga tak bersalah,” ujarnya.
Lebih lanjut, aktivis mahasiswa Muhammadiyah ini juga mengingatkan MKD agar berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berpotensi merugikan pihak yang belum terbukti bersalah.
Ia menilai, pencitraan negatif terhadap anggota dewan justru dapat memperburuk kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.
Diketahui, beberapa waktu lalu MKD DPR menyampaikan bahwa lima anggota DPR RI nonaktif dinyatakan memenuhi ketentuan tata beracara MKD dan akan ditindaklanjuti. Mereka adalah Adies Kadir, Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), dan Surya Utama (Uya Kuya). (shah/ahaf)





