PALANGKA RAYA, JurnalBorneo.co.id – Selama kurun waktu lima tahun tujuh bulan Haris Arif menanti kepastian hukum terhadap laporan pengaduan tindak pidana penipuan/penggelapan 25 sertifikat hak miliknya ke Polda Kalteng.
Namun sampai hari ini penantian itu berujung kekecewaan. Bukan hanya itu saja, pria berusia 63 tahun itu kini jatuh miskin. Seperti pepatah ‘sudah jatuh tertimpa tangga’.
Harapannya penyidik Polda Kalteng bekerja dengan profesional dan Presisi (prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan).
“Pada awal tahun 2017 lalu saya selaku Komisaris PT. Yastri Jernia Indah yang bergerak dalam bidang developer melaporkan persekongkolan jahat pidana penipuan dan penggelapan yang diduga dilakukan oleh tiga orang berinisial ES selaku notaris, SU selaku staf ES dan SA seorang ASN ke Polda Kalteng. Ketiganya merupakan warga Kabupaten Kotawaringin Barat ,” kata Haris kepada para awak media di Palangka Raya, Kamis sore.
Dia menjelaskan seiring berjalannya waktu, pada bulan 12 Maret 2021 dia menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang menyebutkan tidak cukup bukti untuk dilanjutkan proses penyidikannya. Perkara tersebut juga dikatakan tidak memenuhi unsur-unsur delik tindak pidana penggelapan SHM yang disangkakan.
“Terhadap surat penghentian penyidikan tersebut saya pun melakukan perlawanan dengan mengajukan gugatan praperadilan ke PN Palangka Raya. Bersyukur gugatan saya menangkan dan hakim memutuskan untuk diteruskan penyidikannya,” ucapnya.
Kemudian katanya, pihak penyidik Polda Kalteng kembali mengirim SP2HP kepada dirinya pada 21 April 2022. Isinya penyidik telah melakukan perubahan status dari saksi menjadi tersangka terhadap SA. Rencana selanjutnya penyidik akan melakukan pemeriksaan tersangka dan pengiriman berkas perkara kepada JPU untuk dilakukan penelitian berkas.
“Namun sungguh sangat disayangkan sampai hari ini masih belum jelas hasilnya. Saya berharap penegakan hukum benar-benar dijalankan secara profesional. Segera proses yang salah. Saya ingin proses hukum yang benar-benar bukan yang diada-adain karena sudah lima tahun tujuh bulan lebih saya dan keluarga menderita,” katanya.
Sementara itu seorang pemerhati dan praktisi hukum di Palangka Raya, Parlin Bayu Hutabarat menyampaikan rasa keprihatinannya terhadap proses penegakan hukum yang dialami oleh Haris Arif yang berlarut-larut tanpa adanya kepastian hukum.
Menurutnya proses penyidikan dengan rentang waktu yang sangat lama menggambarkan tidak adanya kepastian hukum. Selain itu tidak sesuai dengan konteks asas kemamfaatan hukum dan melenceng dari asas keadilan bagi mereka yang menjadi korban.
Terkait dikabulkannya gugatan praperadilan Haris Arif oleh PN Palangka Raya, Parlin menyampaikan sudah sepatutnya penyidik menghormatinya. Putusan praperadilan menjadi cermin agar penyidik berbenah dan bukannya menjadi sakit hati karena putusan praperadilan bermakna koreksi.
“Dalam hal ini saya minta dan mohon agar Kapolda Kalteng segera melakukan evaluasi dalam penegakan hukum sehingga prosesnya tidak berlarut-larut. Hal tersebut selaras dengan konteks KUHAP yakni cepat, sederhana dan berbiaya murah,” pungkas Parlin Bayu Hutabarat. (red)