JAKARTA, JurnalBorneo.co.id – Raut wajah Herlin Sapulette, Asrullah, S.Kep Ners alias Asrul bin Aidin dan La Badudi, S.Pd bin La Usman berseri-seri dan mengucap syukur permohonan penghentian perkara pidananya disetujui dihentikan berdasarkan Restoratif Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif.
“Iya kami telah menyetujui permohonan ketiganya,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (7/11/2022).
Dia pun menyebutkan nama-nama ketiga orang itu yakni tersangka Herlin Sapulette, dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kemudian Asrullah, S.Kep Ners alias Asrul bin Aidin dari Kejaksaan Negeri Baubau yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo Pasal 76 C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Terakhir La Badudi, S.Pd bin La Usman dari Kejaksaan Negeri Baubau yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76 C Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Fadil menjelaskan persetujuan permohonan RJ tersebut karena telah memenuhi persyaratan sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
“Sedangkan berkas perkara atas nama tersangka Eddy Surjanto dari Kejaksaan Negeri Jayapura yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, tidak dikabulkan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” ucapnya.
Menurut dia hal tersebut dikarenakan perbuatan atau tindak pidana yang telah dilakukan oleh tersangka Eddy Surjanto bertentangan dengan nilai-nilai dasar sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Berikut ini alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif.
“Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2),” tutupnya. (Puspenkum Kejagung/red)