JAKARTA, JurnalBorneo.co.id – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui lima belas permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restoratif Justice), Kamis (8/9/2022).
“Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Ketut Sumedana dalam siaran persnya di Jakarta, Kamis sore.
Hadir juga Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun lima belas berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:
1. Tersangka SIBNI ROSADA alias JON bin RUPIDI dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
2. Tersangka MUHAMAD FIKRI MUAFAK als FIKRI bin HUSEN dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan. 3. Tersangka SULTANA HAMID als SULTAN bin AHMAD MUHTAR dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
4. Tersangka ALI SOPII als ALI bin KASIM dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan. 5. Tersangka SAHATA PATUAN RUNGGU SINAGA alias SAHATA ANAK DARI PIKTOR SINAGA dari Kejaksaan Negeri Sanggau yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka TOBI RIYADI als TOBI bin ARYADI dari Cabang Kejaksaan Negeri Bangka di Belinyu yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian. 7. Tersangka FERDI bin JUMRIS dari Kejaksaan Negeri Bombana yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka HUNDARYONO bin SUDIANTO dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 9. Tersangka SUEDI LUKTO bin (alm) SALIM dari Kejaksaan Negeri Lamongan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
10. Tersangka MOHAMAD YADIN alias YADIN dari Kejaksaan Negeri Ende yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan. 11. Tersangka FERDINAN FREDERICH TADUNGAN als TEDIK ANAK DARI DANIEL GESSONG dari Kejaksaan Negeri Tarakan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
12. Tersangka MUHAMMAD RISKI bin SUAIB dari Kejaksaan Negeri Tarakan yang disangka melanggar Pertama Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
13. Tersangka KHOIRUL FIKRI bin A. RONI dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan. 14. Tersangka RISKI SIDIKI alias IKI dari Kejaksaan Negeri Pohuwato yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
15. Tersangka I SAIDIN OHOIRENAN dan Tersangka II GUZAHI ELWAHANdari Kejaksaan Negeri Tual yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
“Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf,” jelasnya.
Kemudian tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, pertimbangan sosiologis dan masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Puspenkum Kejagung/red)