Jakarta, JurnalBorneo.co.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) angkat suara mengenai tuduhan plagiat atas pendapat tertulis dua ahli hukum pidana, yaitu Prof. Hibnu Nugroho dan Taufik Rahman, Ph.D., yang diajukan sebagai bagian dari pembuktian dalam persidangan praperadilan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (TTL) tersangka dugaan korupsi terkait impor gula.
Untuk diketahui, tuduhan tersebut dilontarkan oleh kuasa hukum Pemohon Tersangka TTL, yang mendasarkan keberatannya pada adanya kemiripan poin-poin dalam pendapat tertulis kedua ahli.
“Kami menegaskan bahwa tuduhan ini tidak berdasar,” tegas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Dr. Harli Siregar dalam keterangan tertulisnya yang diterima media ini Selasa (26/11/2024) pagi.
Harli pun membeberkan 5 alasan bantahan terhadap tuduhan tersebut yakni:
1. Pendapat Tertulis Sebagai Pointer, Bukan Bukti Tertulis. Pendapat tertulis yang diajukan oleh para ahli berfungsi sebagai pointer untuk merangkum poin-poin penting sesuai arahan Hakim guna mendukung efisiensi persidangan. Pointer tersebut bukan alat bukti surat sebagaimana diatur dalam KUHAP, melainkan referensi bagi Hakim dan pihak-pihak terkait.
2. Perbedaan Jumlah Halaman dan Pokok Bahasan. Pendapat tertulis dari Prof. Hibnu Nugroho terdiri dari lima halaman dengan sembilan pokok persoalan, sedangkan pendapat dari Taufik Rahman mencakup tujuh halaman dengan 18 pokok persoalan.
Hal ini menunjukkan adanya perbedaan substansi, meskipun terdapat kesamaan pandangan dalam beberapa aspek, seperti dasar hukum penetapan tersangka yang mengacu pada PERMA Nomor 4 Tahun 2016 dan Putusan MK Nomor: 21/PUU-XII/2014.
3. Nilai Hukum Terletak pada Keterangan Langsung di Persidangan Sesuai Pasal 186 KUHAP. Nilai hukum dari keterangan ahli terletak pada pernyataan yang disampaikan secara langsung dalam persidangan.
Dalam kasus ini, kedua ahli hadir di persidangan dan menyampaikan pandangan mereka sesuai keahlian masing-masing. Hakim juga telah menyatakan bahwa pointer tertulis tersebut tidak menjadi rujukan dalam penilaian perkara.
4. Kesamaan Pandangan di Kalangan Ahli. Kesamaan pandangan yang muncul mencerminkan konsistensi interpretasi hukum dari para ahli terhadap isu-isu yang dibahas.
5. Pemohon Tidak Bisa Membedakan Antara Pendapat Ahli dan Jawaban Tertulis. Pendapat ahli diberikan di persidangan untuk menjawab berdasarkan pendapatnya atas objek gugatan Praperadilan, sementara jawaban dibuat secara tertulis yang dituangkan point utama saja atas pertanyaan.
Adapun dalam sidang tersebut pihak Termohon (Kejaksaan Agung RI) menghadirkan 5 ahli yang memberikan keterangannya yaitu Prof. Hibnu Nugoro (Ahli Hukum Pidana) hadir di persidangan dan Taufik Rahman Ph.D. (Ahli Hukum Pidana) hadir di persidangan.
Kemudian, Dr. Ahmad Redi (Ahli Hukum Administrasi Negara) hadir di persidangan, Evenry Sihombing (Auditor pada BPKP) hadir di persidangan dan Prof. Agus Surono (Ahli Hukum Pidana), tidak dapat hadir secara langsung dan menyampaikan pendapat hukum secara tertulis yang dibacakan dalam persidangan.
Bahwa pada dasarnya Ahli yang hadir dalam persidangan tidak perlu dan tidak ada keharusan untuk membuat keterangan secara tertulis, namun untuk efektifitas persidangan Hakim yang memeriksa permohonan Praperadilan dalam perkara a quo, meminta kepada Pemohon maupun Termohon agar disiapkan pointer keterangan ahli.
“Kami menegaskan bahwa tuduhan plagiat ini adalah upaya yang keliru dalam memahami proses hukum dan peran pendapat ahli di persidangan,” katanya.
“Kejaksaan Agung tetap berkomitmen untuk menjalankan tugas dengan profesionalisme dan menjunjung tinggi asas keadilan,” tutup dia. (Puspenkum Kejagung/fer)