JAKARTA, JurnalBorneo.co.id – Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah melakukan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Mantan Gubernur Sumatra Selatan berinisial AN dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019.
Dalam kasus yang sama, selain AN ikut juga ditetapkan sebagai tersangka dan penahanan adalah MM selaku Direktur PT. DKLN dan juga merangkap sebagai Komisaris Utama PT. PDPDE Gas serta menjabat sebagai Direktur PT. PDPDE Gas, Kamis (16/9/2021).
“Dua tersangka ditahan selama dua puluh hari terhitung sejak tanggal 16 September sampai 5 Oktober 2021 di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” kata Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak, SH. MH., dalam siaran persnya yang diterima JurnalBorneo.co.id, Kamis (16/9/2021).
Secara singkat Leonard menjelaskan kasus itu bermula pada tahun 2010, Pemprov Sumatera Selatan memperoleh alokasi untuk membeli gas bumi bagian Negara dari J.O.B PT. PERTAMINA, TALISMAN Ltd. PASIFIC OIL AND GAS Ltd., JAMBI MERANG (JOB Jambi Merang) sebesar 15 MMSCFD berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengelola Minyak Dan Gas (BP MIGAS) atas permintaan Gubernur Sumatera Selatan.
Berdasarkan keputusan Kepala BP Migas tersebut yang ditunjuk sebagai pembeli gas bumi bagian negara tersebut adalah BUMD Provinsi Sumsel (Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatra Selatan (PDPDE Sumsel).
Akan tetapi, dengan dalih PDPDE Sumsel tidak mempunyai pengalaman teknis dan dana, maka PDPDE Sumsel bekerja sama dengan investor swasta, PT Dika Karya Lintas Nusa (PT DKLN) membentuk perusahaan patungan (PT PDPDE Gas) yang komposisi kepemilikan sahamnya 15% untuk PDPDE Sumsel dan 85% untuk PT DKLN.
Pembentukan perusahaan patungan itu mengakibatkan penyimpangan yang menimbulkan adanya kerugian keuangan negara yang dihitung oleh BPK RI adalah: sebesar USD 30.194.452.79 yang berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010 sampai 2019, yang seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel.
Selain itu, mengakibatkan juga kerugian keuangan negara sebesar USD 63.750 dan Rp. 2.131.250.000 yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel.
Leonard menerangkan peran masing-masing tersangka dalam kasus itu adalah tersangka MM menerima pembayaran yang tidak sah berupa fee marketing dari PT. PDPDE Gas. Sedangkan tersangka AN selaku Gubernur Sumatera Selatan periode 2008-2013 dan periode 2013-2018 yang melakukan permintaan alokasi gas bagian negara dari BPMIGAS untuk PDPDE Sumsel.
Tersangka AN menyetujui dilakukan kerjasama antara PDPDE Sumsel dengan PT. Dika Karya Lintas Nusa (PT. DKLN) membentuk PT. PDPDE Gas dengan maksud menggunakan PDPDE Sumsel untuk mendapatkan alokasi gas bagian negara.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka MM dan AN diancam pidana:
Primair : Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidiair : Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Sebelum dilakukan penahanan, tersangka MM dan AN telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan swab antigen dengan hasil dinyatakan sehat dan negatif Covid-19,” tutup pejabat berdarah Batak ini. (puspenkum/fer)
(FOTO : Mantan Gubernur Sumatra Selatan AN (rompi merah) saat digiring ke Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Kamis (16/9/2021))*puspenkum.