Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Kejaksaan Negeri (Kejari) Palangka Raya telah menetapkan dua orang sebagai tersangka perkara dua kasus dugaan korupsi yang berbeda, Senin (9/12/2024) sore.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Palangka Raya, Andi Murji Machfud melalui Kasi Intel Kejari, Datman Kataren kepada para wartawan mengatakan, kedua orang tersangka adalah pria berinisial W dan S.
Tersangka W terlibat dalam perkara Pembangunan Infrastruktur Pembasahan Gambut (PIPG) atau yang dikenal sebagai proyek pembuatan sumur bor pada tahun anggaran 2018.
Sedangkan tersangka S tersangkut dalam perkara program pemerintah pusat KOTAKU atau Kota Tanpa Kumuh. Program ini dijalankan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menangani permukiman kumuh di Indonesia.
“Perkara tersangka W merupakan pengembangan dari kasus yang pertama kali bergulir pada 2018 lalu dan perkara tersangka S merupakan Sprindik tahun 2022,” kata Datman.
Di tempat yang sama, Kasi Pidsus, Baihaki menerangkan, pada kasus sumur bor, Mahkamah Agung telah memvonis Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan pada Dinas Lingkungan Hidup Kalteng Arianto berupa hukuman penjara selama 4 tahun serta denda Rp100 juta.
Arianto yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) II kegiatan tersebut dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dan korupsi bersama-sama.
Pelaksanaan proyek sumur bor sebanyak 700 titik pada Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau seharusnya secara swakelola oleh Masyarakat Peduli Api (MPA), tetapi Arianto justru menunjuk pihak ketiga yang tidak berhak untuk menjadi pelaksana.
“Dalam amar putusan kasasi MA disebutkan masih ada kerugian keuangan negara sebesar Rp1,3 miliar, yang harus dibebankan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab termasuk tersangka W,” terang Baihaki.
Modus operandi yang dilakukan tersangka W mirip dengan yang dilakukan terpidana Arianto. Seolah-olah kegiatan pembuatan sumur bor sebanyak 7 titik miliknya. Dia lalu memperkejakan masyarakat dengan memberi upah.
Dari hasil penyelidikan, akibat perbuatan tersangka W, kerugian negara mencapai sekitar Rp180,85 juta dari total anggaran sebesar Rp300 juta.
“Hal ini menyalahi prosedur yang telah ditetapkan. Semestinya proyek ini dikerjakan secara swakelola oleh Masyarakat Peduli Api (MPA) mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya,” ucapnya.
Sedangkan untuk kasus KOTAKU. Tersangka S merupakan ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang dipercaya mengerjakan proyek tersebut dengan nilai Rp300 juta yang dipergunakan untuk bantuan kepada masyarakat terdampak Covid 19.
Dalam standar prosedur pelaksanaannya, proyek ini diharuskan dilaksanakan oleh pekerja yang memiliki kriteria yang dipersyaratkan. Namun tersangka S tidak melaksanakannya sesuai ketentuan, justru dia memperkerjakan pekerja yang tidak memiliki kriteria persyaratan.
“Tersangka S juga diduga membagi-bagi kelebihan dana yang seharusnya disetor ke kas negara” pungkasnya. (fer)