Palangka Raya, jurnalborneo.co.id – Bertahun-tahun mengalami kerugian baik moral dan materil, karena lahan milik keluarga yang diduga diserobot oleh pihak perusahaan, ahli waris H Burhansyah menuntut keadilan kepada pihak perusahaan maupun pemerintah.
Diketahui lahan yang kini masih menjadi polemik dan tumpang tindih antara keluarga ahli waris Haji Burhansyah dan pihak perusahaan PT Siemon Agro tersebut berlokasi di Desa Ujung Pandaran, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah dengan luas 7.700 hektar.
Kepada media, perwakilah ahli waris Nornah didampingi Edy Sukarto, Sabtu (18/11), mengatakan, pihaknya mengajukan keberatan terkait dengan penggarapan lahan oleh pihak perusahaan tersebut, karena ada dasar yang kuat yakni Surat Pernyataan Menggarap Tanah atas nama Haji Burhansyah yang dikeluarkan pada tanggal 1 Desember 1983 serta ditandatangani oleh kepala desa Ujung Pandaran dan disahkan oleh Notaris serta diketahui dan ditandagani oleh Camat Mentaya Hilir Selatan serta Bupati Kotim saat itu.
“Dasarnya dari orangtua saya pada tahun 1983 berupa surat penggarapan tanah yang luasnya 10 kilometer kali 10 kilometer atau 10 ribu hektar. Saya datang ke Bupati Kotim saat itu, Pak Wahyudi, dan diberitahu jika sudah ada kantor kelurahan dan kecamatan,” katanya.
Untuk memulai menggarap lahan, pihaknya kemudian mendatangi kantor kelurahan, dan dengan aparat desa serta membawa orang kehutanan membuat titik koordinat, dan saat itu belum ada orang yang datang di lokasi lahan tersebut.
Karena memang betul sudah clear and clean, pada tahun 2009, kepala desa setempat kemudian menandatangani termasuk juga Camat setempat.
“ Saya kemudian mengurus perizinan, dan masuk sebagai IPPHK Sengon, namun oleh Bupati diberitahu jika di lokasi tersebut pertuntukannya untuk pangan, dan kemudian saya ubah IPPHKnya pangan.
Perizinan tersebut kemudian diurus berjenjang mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten hingga provinsi, namun sampai provinsi ternyata PTSP Kalteng mengeluarkan surat rekomendasi Gubernur untuk PT Siemon Agro waktu itu Pj Gubernur Kalteng.
Sehingga dengan rekomendasi tersebut, PT Siemon Agro melanjutkan pengurus perizinan hingga akhirnya keluar SK kementrian. Jadi izinnya dimiliki Siemon Agro, tapi lahannya milik kami ahli waris dengan HTI Akasia,” tambahnya.
Dengan adanya persoalan ini, kami kemudian bersurat dan rapat di Kantor Gubernur. Pihak Pemprov Kalteng juga turun ke kabupaten, termasuk juga dari Dinas Kehutanan Kalteng yang sudah dua kali turun ke lokas.
“Akhirnya keluar mediasi dari Pemkab Kotim dan disuruh bertemu antara perusaaan dengan perusahaan, tapi pihak PT Siemon Agro tidak ada itikad baik dan tidak mau bertemu. Dengan alasan mereka sudah memiliki izin”.
Pada tahun 2019,PT Siemon Agro sudah melakukan penggarapan lahan, artinya sudah lima tahun ini menggarap. “ Tumpang tindih tersebut berada di atas lahan seluas 7.700 hektar, “ katanya sembari menunjukkan peta lokasi titik koordinat yang bermasalah.
Dalam kasus ini, pihaknya selain bersurat ke Pemprov Kalteng juga sudah bersurat Kementerian.
“Kalau soal perizinan mungkin saya kalah karena dia punya SK, namun yang saya permasalahkan mereka menggarap di lahan orangtua saya. Mereka tidak punya titik koordinat, dan mereka memploating di lokasi orangtua saya. Saya juga punyai izin kesesuaian tata ruang sementara mereka tidak.
Harapan saya mohon keadilan, karena selama ini saya sudah kemana-mana, saya diperlakukan tidak adil, paling tidak ada orang yang masih melihat kebenaran,” ucapnya.
Kemudian untuk pemerintah, paling tidak mereka tahu kalau kebenaran itu ada. Semua tahu, kalau ini benar, tapi tidak ada keadilan, dan semua berpihak pada perusahaan.
Sementara itu, pihak perusahaan saat dikonfirmasi melalui Manager PT Siemon Agro Nandang mengatakan, tidak mengetahui persoalan tersebut, karena saat ini dirinya sudah pindah ke tempat lain.
Media juga mencoba melakukan konfirmasi kepada pihak perusahaan melewati nomor telepon 08133300**** (Dirut Perusahaan Siemon Agro Yohanes) yang saat ditelepon tidak mengangkat. (ari)