Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Drs. Paulus dan Pdt Ezra Pris Dian Cahya Sasmita melaporkan seorang oknum developer di Palangka Raya berinsial SA ke Ditreskrimum Polda Kalteng, Senin (20/5/2024). Pelaporan dilakukan oleh Pua Hardinata selaku kuasa hukum.
SA diduga telah melakukan tindak pidana penipuan penjualan dua unit rumah yang terletak di Jalan Menteng X atau Jalan Embang No 03, Kelurahan Menteng, Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya.
“Terlapor SA kami laporkan dengan Pasal 372 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun penjara,” kata Pua Hardinata kepada para wartawan, Kamis (30/5/2024) siang.
Pengacara senior ini menjelaskan, terlapor SA merupakan seorang guru yang belum lama purna tugas (pensiun). Sebelum pensiun, SA menggeluti bisinis di bidang pembangunan perumahan skala kecil. SA merencanakan akan mendirikan 4 unit rumah di lokasi Jalan Embang No 03.
SA pun melakukan promosi penjualan 4 unit rumah itu. Promosi tersebut membuat orang-orang tertarik termasuk para pelapor. Kedua pelapor kemudian membelinya dengan uang muka dan cicilan sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh SA selaku pengembang/devaloper.
Dua unit rumah dibeli dengan nilai/harga transaksi Rp310 juta. Masing-masing rumah berukuran luas bangunan 50 m2 dengan luas tanah 300 m2.
SA kemudian menjanjikan kepada pelapor Drs. Paulus akan menyelesaikan pembangunan rumah dengan jangka waktu tiga bulan setelah uang muka dibayar.
Paulus lalu membayar Rp73,64 juta. Jumlah ini melebihi kesepakatan awal. Namun ternyata pembangunan unit rumah yang dijanjikan tidak terbukti.
“Hal ini sangat mengecewakan karena selama tiga tahun sejak uang muka dibayarkan, pengembang/devaloper tidak kunjung juga menyelesaikan pembangunan rumah,” ucap Pua.
Akibatnya, sambung dia, pembangunan unit rumah tersebut menjadi terbengkalai dan mangkrak. Bangunan rumah yang belum sepenuhnya jadi itu juga tidak sesuai spesifikasi yang dijanjikan sebagaimana isi promosi.
Melihat hal itu, pelapor mengambil alih penyelesaian pembangunannya dengan menggunakan uangnya sendiri. Selanjutnya menempati sebagai tempat tinggal meski kejelasan status tanahnya sampai sekarang terkatung-katung dan bermasalah.
Legilitas tanah yang dijanjikan Sertifikat Hak Milik (SHM) tidak kunjung diurus. Anehnya pengembang/devaloper menuntut Drs. Paulus harus membayar nilai harga jual rumah sesuai yang ditawari.
Kondisi ini sangat berdampak bagi kesehatan Drs. Paulus dan secara psikologis berpengaruh terhadap mental dan kejiwaan keluarga.
“Kami berharap pelaporan ini dapat ditindaklanjuti penyidik kepolisian sehingga ada efek jera kepada oknum-oknum developer yang nakal yang berspekulasi dengan status tanah yang bermasalah,” tegasnya.
Diakhir penjelasannya, Pua menyebut, status pengembang/devaloper diketahui tidak berbadan hukum yang jelas alias abal-abal. Hal ini diduga melanggar regulasi pemerintah yang mensyaratkan badan usaha wajib berbadan hukum. (fer)