Oleh: Husnatun Zakiya, mahasiswa program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, IAIN Palangka Raya.
Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Salah satu pulau terbesar di Indonesia adalah pulau Kalimantan. Kalimantan, atau juga disebut Borneo adalah pulau terbesar ketiga di dunia dan terbesar kedua di Indonesia. Pulau Kalimantan dikenal sebagai salah satu paru-paru dunia. Kok bisa? Karena hutan Kalimantan yang begitu luas dapat bermanfaat sebagai penyerap emisi karbon yang besar. Dilansir dari profauna.net hutan Kalimantan memiliki luas yang mencapai hingga 40,8 juta hektar. Namun, seiring berjalannya waktu hutan di Kalimantan mengalami deforestasi setiap harinya. Lalu, bagaimana keadaan hutan di Kalimantan sekarang?
Kerusakan hutan di Kalimantan membuat Guiness Book of The Record menganugrahi Indonesia sebagai negara yang laju kerusakan hutannya tercepat di dunia. Sungguh bukan suatu presentasi yang harus dibanggakan. Menurut data yang dikeluarkan oleh State of the World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 adalah 1,8 juta hektar/tahun. Sehingga menurut Greenpeace, hutan di Kalimantan hanya tersisa 25,5 juta di tahun 2010 dan menurut hasil riset dari data yang dilakukan Forest Watch Indonesia pada tahun 2021 mengabarkan bahwa ada sekitar 680 ribu hektar hutan di Indonesia yang hilang.
Deforestasi yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh berbagai hal. Salah satunya industri kayu yang melakukan penebangan liar hingga penggundulan hutan yang mengakibatkan kawasan hutan alami semakin mengecil. Ada juga permasalahan tentang pengalihan fungsi (konversi) hutan untuk perkebunan kelapa sawit, itu juga memberikan akibat yang besar terhadap semakin derasnya laju deforestasi. Apalagi setiap tahunnya, harga dari kelapa sawit semakin tinggi yang membuat masyarakat Indonesia tergiur untuk mulai menanam kelapa sawit. Maraknya kasus kebakaran hutan yang terjadi disaat Indonesia memasuki musim kemarau ataupun kasus kebakaran hutan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, juga membuat hutan Kalimantan semakin rusak.
Sebenarnya, pemerintah juga sudah melakukan banyak cara untuk meminimalisir terjadinya kerusakan pada hutan Kalimantan. Seperti yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia pada bulan Maret lalu bersama-sama melakukan reboisasi atau melakukan penghijauan kembali di hutan hujan tropis Kalimantan. Dengan harapan, upaya tersebut dapat memulihkan hutan Kalimantan secara perlahan. Pelaksanaan patroli juga sempat dilakukan dengan melibatkan Manggala Agni, Polisi Kehutanan (Polhut), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), dan aparat desa/tokoh masyarakat untuk besiaga menjaga hutan Kalimantan dari kebakaran lahan dan juga penebangan liar.
Apa itu sudah cukup efektif? Tentu saja belum. Seperti yang kita lihat sekarang, kasus penebangan liar masih banyak ditemukan dan dari 3 tahun terakhir kasus tersebut sempat meningkatkan. Padahal sudah ada undang-undang yang mengatur tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, yaitu Pasal 21 UU No.18 tahun 2013, “Setiap orang dilarang memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi.” Dari undang-undang tersebut, pelaku yang tertangkap bisa dikenakan hukuman minimum 5 tahun dan maksimum 15 tahun disertai denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Namun tetap saja, itu tidak membuat para oknum penebangan liar berhenti.
Seharusnya, tidak hanya pemerintah yang berperan untuk menjaga hutan di Kalimantan. Tapi menurut saya, kita sebagai masyarakat Kalimantan juga bisa ikut berperan. Gimana caranya? Bisa mulai melakukan reboisasi kecil-kecilan disekitar rumah. Bagi komunitas pencinta alam disetiap daerahnya, bisa adakan kegiatan pemulihan lahan yang bekas terbakar. Berhenti membuang sampah sembarangan agar tumbuhan dapat melakukan pertumbuhan dengan lancar. Juga perbanyak sosialisasi tentang bahayanya bencana kabut asap ataupun longsor akibat penggundulan lahan dan juga sanksi bagi oknum yang melakukan penebangan hutan secara liar. Budayakan juga kepada anak-anak untuk peduli dengan lingkungan agar mereka terbiasa untuk menjaga dan melindungi alam di tempat mereka tinggal. ***