Palangka Raya, Jurnalborneo.co.id – Pada 9 Desember 2020 mendatang, Kalimantan Tengah akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) : pemilihan gubernur/wakil gubernur Kalimantan Tengah, dan pemilihan bupati/wakil bupati di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Pelan tapi pasti, saat ini suasana mulai panas, masyarakat terpolarisasi ke berbagai kubu. Kita semua akan riuh, dan sebagian besar dari kita mungkin akan melupakan dua hal: berapa biaya menjadi kepala daerah, dan dari mana biaya itu diperoleh?
Dari kajian Tim Litbang Jurnalborneo.co.id, baru-baru ini, membuat kalkulasi sederhana biaya yang harus dibayar seorang calon gubernur. Hasil penghitungan berdasarkan pengalaman sejumlah calon gubernur. Calon gubernur ternyata harus menyiapkan dana Rp50 miliar lebih untuk bertanding di pemilihan gubernur, dan itu pun belum tentu menang!
Tak percaya? Begini perhitungannya:
- Tahap Persiapan
Misalnya seseorang Cagub membutuhkan sedikitnya 9 kursi partai politik untuk mengusungnya. Diduga ada “mahar” politik yang harus dikeluarkan. Andai 1 kursi harganya minimal Rp200 juta. Dengan demikian biaya politik untuk dapat diusung oleh 9 kursi partai politik sebesar Rp1,8 Milyar.
- Tahap Jumpa Masyarakat dan Tokoh Masyarakat
Ambil contoh jumlah kecamatan sebanyak 136. Seorang kandidat setidaknya harus melakukan aktivitas jumpa masyarakat di 70 persen kecamatan yang ada. Itu berarti dia harus mendatangi kurang-lebih 95 kecamatan. Biaya setiap jumpa masyarakat itu paling sedikit Rp10 juta dan dilakukan setidaknya dua kali pertemuan. Rumusnya menjadi 95 (kecamatan) x Rp10 juta x 2 (pertemuan), maka biayanya sebesar Rp1,9 Milyar.
- Rapat dan Pertemuan Internal Tim Sukses
Seorang kandidat harus melakukan rapat dan konsolidasi dengan tim suksesnya di setiap kecamatan. Minimal rapat itu harus dilakukan 3 kali dengan biaya untuk setiap rapat setidaknya Rp5 juta. Maka rumusnya Rp5 juta x 3 (pertemuan) x 95 (kecamatan). Total biaya untuk rapat dengan tim sukses adalah Rp1,425 miliar.
- Tahap Kampanye
Jumlah penduduk yang memiliki hak pilih misalkan sebanyak 1,5 juta orang. Untuk memperbesar kesempatan menang, seorang kandidat harus bisa meraih 30 persen dari 1,5 juta pemilih itu, atau sebanyak 450 ribu pemilih. Biaya politik untuk meraih dukungan 450ribu orang itu Rp100 ribu per orang, uang itu digunakan untuk biaya atribut kampanye seperti baju, poster, stiker, spanduk, dan transportasi. Maka total biaya untuk kampanye sebesar Rp45 Milyar.
- Tahap Pemungutan Suara.
Untuk mengawasi proses pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), kandidat dan partai politiknya harus mengerahkan para saksi di setiap TPS. Minimal ada satu saksi yang harus mengawasi setiap TPS, dengan honor saksi Rp100 ribu. Tahun 2015 jumlah TPS sebanyak 5.755. Maka rumus untuk biaya saksi adalah 1 (saksi) x Rp100 ribu x 5.755 (TPS). Total biaya saksi sebesar Rp575.500.000
Jadi, sejak mendaftar ke partai politik sampai ke tahap pemungutan suara, seorang calon gubernur harus menghabiskan biaya sebesar Rp 50 Miliar lebih. Harap diperhatikan, dengan biaya sebesar itu seorang kandidat belum tentu menang.
Perhitungan di atas juga tidak memasukkan biaya-biaya tambahan, misalnya jika kandidat atau partai politiknya ingin menggunakan taktik politik uang untuk “menyogok” pemilih.
Pertanyaan selanjutnya, dengan biaya yang semahal itu, berapa pendapatan resmi yang akan diterima seorang gubernur?
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, gaji seorang gubernur Rp 8,4 juta /bulan, ditambah tunjangan yang sama dengan pegawai negeri sipil lainnya, seperti tunjangan beras, keluarga, pajak penghasilan, tunjangan pajak serta tunjangan-tunjangan lainnya. Total pendapatan itu sekitar Rp 100 juta/bulan atau Rp 1,2 miliar per tahun. Artinya, dalam satu periode jabatan atau 5 tahun bekerja, seorang gubernur “hanya” akan mendapat pendapatan Rp 6 miliar.
Mau tidak mau kita akan mempertanyakan hal-hal yang sangat logis: jika seorang gubernur—harus menghabiskan Rp50 miliar lebih untuk meraih jabatan itu, tapi pendapatannya selama satu periode hanya Rp 6 miliar, kenapa banyak orang begitu ingin jadi gubernur? Apa niatnya jadi gubernur? Dari mana dia mendapatkan biaya untuk pemilihannya? Siapa saja yang membiayainya? Apa yang dia janjikan kepada para investor politiknya?
Dalam kajian Litbang jurnalborneo.co.id, pertanyaan-pertanyaan itu lebih penting diajukan kepada para calon kepala daerah, ketimbang kita berisik saling hujat dan terpolarisasi ke berbagai kubu calon kepala daerah mendatang. Karena dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan itu kita bisa tahu, apakah para calon kepala daerah itu benar-benar para calon pemimpin yang akan membawa daerah ini jadi lebih adil dan sejahtera, atau mereka hanya wayang-wayang yang digerakkan para pemilik modal yang tak kasatmata. (tim)