HAJI SUGIANTO SABRAN lahir di Sampit, 5 Juli 1973 dan berdarah Dayak Ot Danum. Sugianto lahir sebagai anak dari keluarga kurang mampu di Sampit. Karena ketidakmampuan kedua orang tuanya itulah, ia hanya sampai pendidikan formalnya di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK) Negeri 1 Pangkalan Bun.
Sugianto kecil seolah ‘terusir’ dari kampung halamannya. Ia mengembara dari desa ke desa lain, dari pemukiman satu ke pemukiman lainnya untuk sekadar bekerja memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sugianto pekerja keras demi bertahan hidup. Untuk itu, pekerjaan apa pun ia lakoni asal halal. Makan sehari kerap kali hanya satu kali, itu ia jalani dengan penuh keikhlasan dan kesabaran walaupun dengan lauk daun singkong.
Demi sesuap nasi, ia rela berpanas-panas mengambil upah mengangkat air dari sungai untuk dijual ke warung-warung di desanya. Untuk membeli kelengkapan sekolah pun, ia tidak malu berjualan es lilin keliling kampung dan acap kali juga menjual kayu bakar.
Keuletan, kegigihan, air mata, bahkan pandangan sebelah mata dari orang-orang kampung pun ia terima dengan lapang dada. Masa kecil, muda hingga dewasa ia lalui dengan ikhlas, tawakal dan tawadhu. Di saat teman-teman sebayanya menikmati keceriaan, ia sendiri banting tulang siang-malam demi kelangsungan hidupnya dan membantu meringankan beban kedua orangtuanya.
Para bijak sering berujar, Allah tidak ‘tidur’. Begitu juga dengan upaya tak kenal lelah seorang Sugianto, pelan namun pasti, setamat SMK, Sugianto muda dipercaya pamannya H. Abdul Rasyid untuk menakhodai PT. Tanjung Lingga. Dari omset miliaran meningkat trilyunan hingga ia menduduki puncak kariernya sebagai Direktur Utama di perusahaan multi nasional tersebut.
“Saya ‘benci’ dengan kemiskinan. Untuk itu, saya bertekad dengan amanah sebagai gubernur akan memberantas kebodohan di Kalteng. Bodoh membuat orang jadi miskin. Untuk itu, pendidikan menjadi prioritas utama program saya,” ucap Sugianto.
Dalam pertemuan-pertemuan sosial, Sugianto Sabran konsisten melakukan berbagai pendekatan serta pemahaman atas nilai-nilai kemanusiaan, pola-pola komunikasi, metode perhubungan kultural, pendidikan, cara berpikir dan pengupayaan solusi-solusi problem masyarakat.
Salah satunya adalah mengumpulkan para pemuda kampung di Pangkalan Bun untuk dididik sebagai sekuriti/petugas jaga keamanan. Para pemuda yang semula ‘meresahkan’ masyarakat, diberdayakan dengan dipekerjakan di perusahaan-perusahaan, baik di pertambangan maupun di perkebunan.
Sugianto Sabran tak ragu untuk terjun langsung di tengah-tengah masyarakat dan melakukan multi aktivitas yang memadukan dinamika budaya, sinergi ekonomi berintikan upaya pertumbuhan potensialitas rakyat.
Dalam pertemuan-pertemuan sosial selalu santun dan ramah kepada siapa pun. Ia menempatkan orang yang lebih tua sebagai kakak atau orang tua sendiri. Ia tidak segan-segan mencium tangan orang yang lebih tua darinya. Itulah pola-pola komunikasi yang ia lakukan sejak kecil.
“Orangtua adalah ‘jimat’ di dunia. Doa ibu-bapakmu pasti dikabulkan Allah, begitu juga kutukannya. Setiap langkah yang saya lakukan selalu minta ridho orangtua,” ujarnya.
Dalam perjalanannya kemudian di Kotawaringin Barat, Sugianto Sabran dikenal sebagai pengusaha muda yang sukses.
Sugianto juga terjun ke politik. Ia adalah politikus PDIP yang pernah menjadi anggota DPR-RI periode 2009-2014. Di DPR, Sugianto duduk di Komisi IV DPR yang mengurusi masalah kehutanan, pertanian, dan pangan.
Pada 2010, Sugianto maju di Pemilukada Kotawaringin Barat, berpasangan dengan Eko Soemarno. Hanya ada dua pasang calon di pemilukada kala itu. Lawan Sugianto saat itu adalah bupati incumbent Ujang Iskandar yang berpasangan dengan Bambang Purwanto.
Sugianto memenangkan pemungutan suara Bupati Kotawaringin Barat pada Juni 2010. Namun kemenangannya digugat oleh Ujang Iskandar ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ujang menggandeng Bambang Widjojanto sebagai pengacara. Setelah melalui proses pengadilan, MK lalu menganulir kemenangan Sugianto dan memenangkan Ujang.
Setelah proses pengadilan di MK selesai, kubu Sugianto melaporkan seorang saksi bernama Ratna atas tuduhan keterangan palsu. Ratna divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, lalu dipenjara selama 5 bulan. Kelanjutan kasus Ratna itulah yang dijadikan dasar oleh Polri untuk menangkap Bambang Widjojanto. Bambang dianggap mengarahkan Ratna untuk memberi kesaksian palsu.
Pucuk di cinta ulam pun tiba. Tak jadi bupati, Sugianto Sabran malah jadi gubernur. Pada 25 Mei 2016, Sugianto resmi menjabat Gubernur Kalimantan Tengah. Ia menggantikan penjabat gubernur Hadi Prabowo dan gubernur sebelumnya, Agustin Teras Narang, setelah terpilih dalam Pilgub Kalteng 2016.
Prestasi Sugianto Sabran sebagai Gubernur Kalteng dibuktikan, ketika Pemprov Kalteng kembali 6 kali secara berturut-turut meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2019.
Makna 6 kali secara berturut-turut Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah meraih WTP adalah bukti bahwa pemerintahan di Kalteng berkesinambungan dari periode ke periode kepemimpinan. Patut untuk direnungkan, mempertahankan keberhasilan tentunya lebih sulit dibanding meraihnya. Bagi dua periode (10 tahun) kepemimpinan sebelumnya (Gubernur A. Teras Narang, red)–2 kali meraih WTP patut diapresiasi, dan diteruskan sebagai batu uji kepemimpinan setelahnya.
Jika 4 kali WTP dalam masa 4 tahun berlanjut hingga 5 kali diakhir masa jabatan Gubernur Sugianto Sabran, maknanya gubernur Kalteng beserta segenap aparatur pemerintahan di daerah telah menunjukkan komitmen dan kesetiannya mempertahankan akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan negara di daerah.
Sugianto Sabran memperoleh penghargaan Anugrah Kerukunan Umat Beragama (Harmony Award) dari Menteri Agama RI, Penghargaan Kesetiakawanan Sosial dari Menteri Sosial RI, dan penghargaan khusus berupa Anugerah Pandu Negeri dari Indonesian Institute for Public Governance (IIPG), karena dianggap sebagai pemerintah daerah dengan kinerja dan tata kelola yang baik.
“Jujur Kunci Sukses”
Meninggikan derajat manusia se-ranting dan mendahulukannya se-langkah dibanding manusia yang lainnya, sesuatu yang mudah bagi Allah. Pernyataan ini layak disematkan kepada sosok H. Sugianto Sabran.
Siapa sangka, putra dari pasangan H Sabran Afandie Achmad dan Hj Hayanah yang dulunya penjual es lilin keliling ini bisa menjadi orang nomor satu di Provinsi Kalimantan Tengah. Saat ini, ia sudah menjabat di penghujung periode pertama.
“Saya mempunyai 8 orang saudara, 4 lelaki dan 4 perempuan. Saya sejak kecil sudah berjualan kue, seperti kue gegatas. Pukul 01.00WIB sudah harus membuat kue untuk dijual besok paginya, kemudian saya Shalat Subuh dan ke Sekolah, dilanjutkan berjualan es lilin setelah pulang sekolah,” kata Sugianto ketika memotivasi para pelajar dan mahasiswa di Kota Palangka Raya, baru-baru ini.
Beberapa tahun menjalani kerasnya kehidupan tersebut membentuk karakter suami dari Ivo ini sebagai pekerja keras dan pantang menyerah. Dia juga taat berdoa dan suka membantu semua orang.
“Keluar dari kemiskinan itu kuncinya hanya satu, yaitu kerja keras namun tentu diiringi dengan doa,” tegasnya diamini para pelajar dan mahasiswa.
Orang nomor satu di Bumi Tambun Bungai ini juga memberikan sejumlah kiat untuk mencapai kesuksesan. “Jujur, kita harus jujur dalam kehidupan ini. Itu modal utama. Kepercayaan orang-orang tentu berawal dari kejujuran yang kita punya,” ucapnya.
Di hadapan ratusan pelajar dan mahasiswa Sugianto mengajak agar kaum muda harus mempunyai mimpi dan cita-cita, dengan adanya target akan membuat fokus untuk mencapai tujuan menjadi kuat. Selain itu harus mendapat dukungan dari banyak keluarga.
“Tanpa dukungan dan semangat orang-orang sekitar, ‘bahan bakar’ kita kadang-kadang kurang. Kita minta doa dari orang tua tentunya karena restu mereka sangat besar pengaruhnya di dalam kehidupan kita,” ucapnya. (tim)