Foto: Indra A (bertopi), Mahfud Ramadhani, SH, MH, Kristian, SH, MH, Muhamad Budiono, SH dan Ade, SPd foto bersama usai sidang gugatan di depan gedung Pengadilan Tata Usaha Negara Palangka Raya, Rabu (13/4/2022) sore.*fer.
PALANGKA RAYA, JurnalBorneo.co.id – Warga Desa Saka Tamiang Kecamatan Kapuas Barat Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah menggugat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Kadis PMPTSP) Kapuas ke Pengadilan Tata Usaha Negara Palangka Raya.
Gugatan itu terkait dengan terbitnya Surat Keputusan Kadis PMPTSP Kapuas Nomor: 503/336/DPMPTSP Tahun 2019 tentang Penetapan Calon Petani Calon Lahan Penerima Kebun Plasma/Program Kemitraan PT. Anugerah Sawit Inti Harapan Dengan Koperasi Jasa Profesi “Cipta Prima Sejahtera” Kecamatan Kapuas Barat Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah tanggal 10 Oktober 2019.
Warga Desa Saka Tamiang yang terdiri dari Indra A, Samsi dan Hendru serta Maman melalui kuasa hukumnya Mahfud Ramadhani, SH, MH dan Muhamad Budiono, SH mengatakan pihaknya menggugat karena surat keputusan tersebut diduga cacat hukum baik secara subtansial maupun prosedural.
“Dari kesaksian saksi fakta Ade, SPd Sekretaris Desa Pantai dan pendapat ahli Kristian, SH, MH dosen Fakultas Hukum UPR pada persidangan siang ini menambah keyakinan kami bahwa surat keputusan tersebut cacat hukum baik secara subtansial maupun prosedural karenanya harus dibatalkan,” kata Mahfud Ramadhani, SH, MH didampingi Muhamad Budiono, SH yang ditemui usai sidang gugatan, Rabu (13/4/2022) sekitar pukul 16.18 WIB.
Pada fakta persidangan, lanjutnya, terungkap antara bunyi/redaksi surat keputusan itu dengan fakta di lapangan sangat jauh berbeda. Dalam surat keputusan tertulis “Calon Lahan Kebun Plasma” tapi kenyataannya lahan kebun sudah ada.
Dikatakannya menurut pendapat ahli hal itu menunjukkan keteledoran, ketidakcermatan dan ketidakprofesionalan dari pejabat yang membuat surat keputusan tersebut karena tidak melakukan verifikasi lapangan terlebih dahulu.
Selain itu, SPPT dan nama-nama warga calon penerima plasma yang tertuang dalam lampiran surat keputusan tidak diketahui oleh pihak desa setempat. Nomor register SPPT yang ada pada surat keputusan berbeda dengan nomor SPPT desa yang mengeluarkan.
“Terungkap juga perusahaan yang mendapat plasma ternyata izin lokasinya berbeda kecamatan antara yang tertuang dalam surat keputusan dengan yang dikerjakan. Diduga lokasinya tumpang tindih dengan PT. WUL,” ucapnya.
Dia membeberkan dari fakta persidangan tergugat Kadis PMPTSP Kapuas berdalih landasan hukum terbitnya surat keputusan adalah Pasal 15 ayat (1) dan (2) Permentan RI Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
Disebutkannya, dalil tersebut kemudian dibantah oleh saksi ahli yang mengatakan tidak dibenarkan melakukan plasma di luar dari ijin areal yang diberikan. Selanjutnya saksi ahli berpendapat Pasal 15 ayat (1) dan (2) Permentan RI Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, tidak bisa dijadikan landasan dasar hukum.
“Karenanya surat keputusan itu harus dibatalkan karena banyak ditemukan kejanggalan dan kecacatan secara subtansial maupun prosedural. Kami yakin dan optimis gugatan kami akan dikabulkan majelis hakim,” katanya dengan nada penuh optimis.
Indra A salah seorang warga yang ikut menggugat mengatakan pihaknya selaku pemilik lahan menolak keras atas terbitnya Surat Keputusan Kadis PMPTSP Kapuas tersebut. Alasannya karena lahan miliknya masuk dalam kebun plasma tapi namanya tidak ada sebagai penerima.
“Kami minta surat keputusan itu dibatalkan karena merugikan kami selaku pemilik lahan yang sah,” terangnya.
Sementara itu usai sidang pada saat dimintai konfirmasinya, Plt Kadis PMPTSP Kapuas, Gerek yang hadir dalam sidang gugatan tidak bersedia diwawancarai. Dia hanya berlalu cepat-cepat menuju mobil dinasnya. (fer).