PALANGKA RAYA, JurnalBorneo.co.id – Kalimantan Tengah kaya akan ragam budaya yang unik dan artistik. Tidak ketinggalan masakan khas dari warisan leluhur yang memperkaya ragam masakan di nusantara.
Di Kabupaten Kotawaringin Barat, ada satu masakan yang sudah sangat terkenal sejak lama. Bahkan ada yang bilang belum lengkap berkunjung ke Bumi Marunting Batu Aji apabila tidak mencicipi Coto Manggala.
Soto khas daerah Kotawaringin Barat ini terbuat dari bahan Manggala (singkong). Cara memakan soto ini juga berbeda. Soto ini tidak dimakan dengan ketupat atau nasi melainkan dengan singkong.
Karena keunikkannya Coto Manggala sempat mendapatkan rekor MURI tahun 2009. Sebanyak 8 ribu mangkuk Coto Manggala berjajar sepanjang 2 km.
Bahan Coto Manggala, singkong, ayam untuk suwiran bisa ditambahkan ceker, telur rebus, daun bawang, daun seledri, bawang goreng. Bumbu yang dihaluskan bawang merah, putih, garam, penyedap rasa.
Cara membuat Coto Manggala, didihkan air sesuai dengan banyaknya Manggala yang mau dimasak. Masukkan Manggala yg sudah dipotong dadu sedang, masukkan bumbu sop bisa dibuat sendiri atau beli jadi.
Biarkan sampai Manggala empuk dan kuah mengental. Tambahkan bumbu penyedap, kayu manis dan bunga sisir. Jangan pakai gula karena bisa mengubah rasa asli Coto Manggala.
Sajikan di mangkok tabur suwiran ayam, bawang goreng dan daun bawang dan daun seledri serta kerupuk. Nikmati dengan menambahkan jeruk nipis dan lombok biji yg di iris bulat.
Bagi masyarakat Kotawaringin Barat, khususnya anak sekolah TK, SD hingga SMA jajanan Coto Manggala adalah jajanan yang sehat mengenyangkan. Sangat cukup memberikan energi selama aktivitas sekolah.
Saat ini sedang digalakkan diversifikasi pangan lokal. Singkong dapat menggantikan beras untuk dikonsumsi warga.
Untuk di Palangka Raya anda bisa menikmati Coto Manggala di Cafe 2G Food 142 di Kompleks Kehutanan Jalan Yos Sudarso.
Cafe ini instagramable. Punya spot khusus untuk pengunjungnya foto, buat di upload di instagram. Dijamin bikin dilema.
Cafe yang menyajikan Coto Manggala sebagai salah satu menu unggulannya ini menjadi tempat favorit untuk memanjakan lidah. Disini, pengunjung seakan menikmati kuliner di rumah penduduk asli. Sangat homey sekali.
Owner Cafe Mbak Poppy, juga menyediakan menu gorengan, seperti tahu goreng, kentang goreng, dan lainnya. Wisata kuliner di cafe ini sangat-sangat reccomended. Dengan harga yang “tumpah abis”, pengunjung bisa mengisi perutnya tanpa ragu.
Bagaimana Pelayanannya? Dari mulai datang, memesan menu, dan menunggu pesanan datang, pemilik melayani dengan sangat ramah. Senyum merekah yang mereka tebarkan membuat para pengunjung disambut dengan senang. Dijamin bahagia lahir bathin.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kalteng H. Tantawi Jauhari memiliki kesan tersendiri terhadap Coto Manggala. Tantawi mengenal pertama kali mengenal Coto Manggala saat menjadi Wartawan Banjarmasin Post wilayah liputan Palangka Raya tahun 1996. Saat itu, Wartawan Senior Banjarmasin Post Alm. Syaifuddin Mursalun adalah Korlip dan juga guru Tantawi.
“Guru saya, orang yang kali pertama mengajari saya menulis berita adalah Almarhum Bang Udin,” ujar Tantawi.
Alm. Bang Udin berasal dari Pangkalan Bun Kotawaringin Barat. Dari keluarga Alm. Bang Udin Tantawi mengenal Coto Manggala. Dan sampai sekarang suka Coto Manggala.
Menurut Tantawi, Coto Manggala tidak jauh beda dengan Soto Banjar. Kalau Soto Banjar menyajikan dengan ketupat. Coto Manggala tidak menggunakan ketupat. Tapi dengan Manggala (singkong).
Pengalaman dengan Coto Manggala juga dirasakan Imam Mangkunegara, Direktur Utama Dayak TV.
Menurut Imam, menyantap Coto Manggala bikin bahagia lahir dan bathin. Kuah kaldu Coto Manggala tak pelak bikin lidah terus bergoyang.
Apa pasal? Itu karena tumbuhan yang kali pertama ditemukan di Amerika Selatan ini akan mengeluarkan sari pati yang menjelma kaldu ketika direbus dengan air dan bumbu rempah, seperti bawang putih, bawang bombay, lada, dan garam.
Imam menambahkan lidah tak hanya bergoyang. Kaldu kental dari Manggala akan lumer di lidah beserta empuknya singkong yang di makan. Apalagi dicampur dengan potongan daging ayam, kulit sapi, kerupuk, atau ikan gabus.
Tak pelak masakan sederhana asli “Urang Sida” Kotawaringin Barat ini menjadi digemari banyak kalangan. Termasuk saya dan keluarga.
“Mengenalkan aku pada citarasa Coto Manggala tersebutlah Almarhum Bang Udin, begitu karib sosok ini kusapa. Ia adalah jurnalis senior yang juga guru bagi banyak teman wartawan di Palangka Raya,” ujar Imam.
Masyarakat asli Kotawaringin Barat punya bahasa tersendiri untuk menyebut ubi kayu atau singkong alias ketela pohon, yaitu Manggala. (*)