Jakarta, JurnalBorneo.co.id – Dua Direksi PT RBT ditetapkan jadi tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 – 2022.
Masing- masing adalah SP selaku Direktur Utama PT RBT dan RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT.
“Keduanya jadi tersangka baru perkara tersebut. Hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang cukup,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Rabu (21/2/2024.
Ketut menjelaskan, hingga saat ini Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah memeriksa total 135 orang saksi.
Adapun kasus posisi dalam perkara ini yaitu pada tahun 2018, tersangka SP bersama tersangka RA sebagai direksi PT RBT menginisiasi pertemuan dengan tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan tersangka EE selaku Direktur Keuangan PT Timah Tb.
Pertemuan dimaksudkan untuk mengakomodir penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Dalam pertemuan itu, SP dan RA menentukan harga untuk disetujui MRPT, serta siapa saja yang dapat melaksanakan pekerjaan tersebut.
Kemudian kegiatan ilegal tersebut disetujui dan dibalut oleh MRPT dan EE dengan perjanjian seolah-olah ada kerja sama sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah dengan dalih untuk memenuhi kebutuhan PT Timah Tbk.
Lalu SP dan RA bersama-sama dengan MRPT dan EE menunjuk perusahaan-perusahaan tertentu sebagai mitra untuk melaksanakan kegiatan tersebut yaitu, PT SIP, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN.
Pelaksana kegiatan ilegal tersebut selanjutnya dilaksanakan oleh perusahaan boneka yaitu CV BJA, CV RTP, CV BLA, CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS yang seolah-olah dicover dengan Surat Perintah Kerja pekerjaan borongan pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.
Pasal yang disangkakan kepada kedua tersangka adalah Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Untuk kepentingan penyidikan, SP dan RA dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Terhitung mulai tanggal 21 Februari hingga 11 Maret 2024,” demikian Ketut. (Puspenkum Kejagung/fer)