Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Palangka Raya kembali menggelar sidang lanjutan dugaan korupsi dana hiba Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) tahun 2021-2023, Selasa (24/9/2024) pagi.
Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan para saksi untuk membuktikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Kalteng. Dari 10 orang saksi yang dipanggil hanya 4 orang yang hadir.
Keempatnya adalah H. Syafrudin selaku Ketua Percasi Kotim, H. Sidi Ihsan Nur selaku Wakil Ketua Koni Kotim Bidang Litbang, Johny Tangkere selaku Ketua Pengcab ISSI Kotim & M. Hafil selaku Ketua Pelti Kotim.
Sedangkan kedua terdakwa Ahyar Umar dan Bani Purwoko selaku Ketua dan Bendahara KONI Kotim hadir didampingi Penasihat Hukumnya (PH), Pua Hardinata.
Ada yang menarik dalam persidangan yang mendengarkan kesaksian Johny Tangkere selaku Ketua Pengcab ISSI Kotim periode 2021-2025. Seusai Hakim, JPU dan PH terdakwa bertanya kepada saksi Johny, Ketua Majelis Hakim, Agung Sulistiyono kemudian mempersilahkan para terdakwa untuk bertanya kepada saksi.
Terdakwa Ahyar Umar pun menggunakan kesempatan itu untuk mempertanyakan keterlibatan Bupati Kotim terkait pengadaan sepeda. Menurut terdakwa, Bupati Kotim terlibat dalam hal itu. Namun saksi dengan tegas menyatakan tidak ada.
Mendengar jawaban itu, terlihat terdakwa tidak puas. Dia langsung menanyakan lagi pertanyaan yang sifatnya mengarahkan. Mendengar itu sontak Jaksa I Wayan Suryawan mengajukan keberatan kepada Majelis Hakim.
Sebelum hakim menjawab, terdakwa Ahyar menyela mengatakan tidak ada yang salah dengan pertanyaannya. Suasana sidang sedikit panas. Namun situasi itu hanya sesaat karena langsung ditengahi oleh Ketua Majelis Hakim, Agung Sulistiyono. Dengan nada tegas Agung meminta terdakwa hanya bertanya tanpa mengarahkan kepada saksi. Terdakwa langsung mengiyakan.
Seusai persidangan, JPU Kejati Kalteng I Wayan Suryawan mengatakan, sampai persidangan hari ini pihaknya telah menghadirkan 35 an orang saksi dari 70 saksi yang dipersiapkan. Itu penanda bukti keseriusan jaksa untuk membuktikan surat dakwaan yang telah dibacakan pada sidang pertama.
Menurut dia, keterangan para saksi di persidangan terkait mengetahui atau tidak mengetahui berapa jumlah dana yang didapat masing-masing cabor per tahunnya dari KONI Kotim. Apakah jumlahnya sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah diajukan atau tidak. Di dalam RKT lah terdapat item-item anggaran.
“Ternyata ketika dana turun, masing-masing cabor tidak tau berapa dana yang didapat. Padahal dipengajuan ada jumlahnya, salah satunya Pelti Kotim yang mendapat Rp30 juta di 2021 ternyata hanya diberi Rp25 juta. Seperti itu,” ucapnya.
“Inikan dana hiba, dasarnya terdakwa kan sudah ada rincian setiap cabor terima berapa. Namun pada saat disalurkan ke cabor ya suka-suka terdakwa padahal angkanya telah diplot berapa jumlah sebenarnya,” tambah pria yang sehari-harinya menjabat Kasi Penuntutan pada Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Kalteng ini.
Sementara itu, Pua Hardinata selaku Penasehat Hukum terdakwa menyampaikan, dari hasil keterangan para saksi yang merupakan pengurus berbagai cabang olahraga (cabor) dipersidangan menunjukkan secara administrasi pengelolaan keuangan di tubuh KONI Kotim selama dipimpin kliennya Ahyar Umar sudah tertib atau sudah sesuai aturan.
Terkait jumlah kerugian negara yang didakwakan kepada kliennya, dia justru merasa janggal. Alasannya karena JPU membuktikan kerugian negara sebesar Rp 10.383.135.474 hanya dari proposal. Padahal proposal merupakan barang mentah. Semestinya dari duit yang dibelanjakan.
Pengacara senior Kalteng ini menduga ada pihak-pihak tertentu yang ikut “menikmati” dana hiba tersebut. Dia pun mengungkapkan, akan meminta Majelis Hakim agar memanggil para pejabat SKPD yang berkaitan dengan dana hiba Kotim menjadi saksi di persidangan.
“Jaksa harus membuktikan dalil dakwaannya. Apakah benar bahwa jumlah duit yang jumlahnya sangat luar biasa itu bisa dibuktikan. Sedangkan dari gaya hidup klien kami, tampilannya yang dituduhkan lebih Rp10 M pasti tau atau terekam di Bank tapi inikan tidak. Siapa tau ada pihak-pihak lain yang ikut menikmati,” pungkasnya. (fer)