Palangka Raya, jurnalborneo.co.id – Persoalan stunting masih menjadi tantangan bagi Indonesia dalam mewujudkan Generasi Emas 2045. Stunting adalah kondisi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak yang berada di bawah standar.
Stunting merupakan salah satu penghambat pembentukan SDM unggul yang diperlukan dalam Generasi Emas 2045. Permasalahan stunting tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga terjadi di berbagai negara di belahan dunia.
Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, target penurunan prevalensi stunting pada anak di bawah usia dua tahun menjadi 14% tahun 2024. Sedangkan target prevalensi stunting di Kalteng 15,38% di tahun 2024.
Pemprov Kalteng berupaya keras dalam menurunkan prevalensi stunting di Kalteng, salah satunya dengan mengoptimalkan dan mengefektifkan peran Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi stunting di Kalteng menurun 3,4% yakni dari 26,9% di tahun 2022 menjadi 23,5% di tahun 2023. Selain itu, pernikahan usia anak juga mengalami penurunan, yang sebelumnya berada di peringkat 2, tahun 2023 berada di peringkat 6 dari 38 Provinsi.
“Ini adalah tugas kita bersama untuk lebih mengoptimalkan serta menggerakkan seluruh sektor untuk menurunkan stunting di Kalimantan Tengah. Semoga ke depan bisa sesuai target Nasional,” ujar Kepala BKKBN Kalteng Jeanny Yola, di Palangka Raya, Rabu (20/3/2024).
Sebelumnya, Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo selaku Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kalteng saat membuka Pasar Murah di Kabupaten Kapuas, Selasa (19/3/2024), mengimbau kepada masyarakat Kalteng agar menikah di atas 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki.
“Pernikahan usia dini banyak ruginya, salah satunya menyebabkan lahir anak stunting,” ungkapnya.
Sementara, pada Selasa (9/3/2024) kemarin, Wakil Presiden Ma`ruf Amin selaku Ketua Pengarah TPPS memimpin rapat koordinasi terkait stunting di Jakarta.
Pada rapat tersebut, Wakil Presiden mengungkapkan perlu adanya evaluasi target prevalensi stunting 14% di tahun 2024, apakah bisa tercapai atau tidak.
“Semenjak pelaksanaan program tahun 2018, kita melihat tren penurunan stunting yang cukup baik. Namun laporan dari Menteri Kesehatan menyatakan bahwa berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia, prevalensi stunting tahun 2023 adalah sebesar 21,5% hanya turun 0,1% dari tahun 2022,” jelasnya. (Red)