Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Viralnya pemberitaan penutupan jalan akses masuk salah satu rumah ibadah (gereja) di daerah Bukit Keminting Palangka Raya mendapat tanggapan keras dari Ketua Kalteng Watch, Ir. Men Gumpul.
Men Gumpul selaku kuasa pendamping Bambang Rudi menegaskan, bahwa tanah selebar 4x42M yang dipagar seng merupakan bagian tanah milik sah Bambang Rudi.
Dia menjelaskan, tanah itu dibeli Bambang Rudi dari Rusani Dena pada tahun 2009 lalu. Sewaktu dibeli memang telah bersertifikat dengan luas 1205 m3. Lebar sebelah 30m, panjang (sebelah Jalan Jenjang) 42m dan lebar sebelah kiri 38m.
“Tanah tersebut milik pak Bambang Rudi dengan legalitas SHM. Jadi pemagaran yang viral itu dilakukan di atas tanahnya sendiri bukan seperti yang ditulis dalam berita atau disampaikan oknum-oknum tertentu dalam medsos,” kata Men kepada para wartawan di Palangka Raya, Rabu (5/6/2024) pagi.
Secara khusus Men menyatakan berita-berita yang terlanjur viral itu penuh kebohongan dan sepihak. Pihaknya juga keberatan atas tindakan Suriansyah Halim dan Agatisyansah yang telah membongkar pagar seng yang pihaknya dirikan.
Terhadap pembongkaran itu, pihaknya telah berkonsultasi dengan penyidik Polda Kalteng dan disarankan untuk membuat laporan kepolisian. Untuk itu dalam waktu dekat pihaknya akan membuat laporan ke Polda Kalteng terhadap Suriansyah Halim dan Agatisyansah dengan dugaan melanggar Pasal 406 KUHP.
“Berita-berita itu berita sepihak dan banyak kebohongan karena itu mesti kami luruskan. Sangat disayangkan disengaja diarahkan kepada isu SARA sedangkan perkara sengketa tanahnya dihilangkan,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan, pada 16 April 2024 Bambang Rudi telah melaporkan Reny Rosmauly dengan Pasal 385 KUHPidana. Reny dilaporkan menyerobot sebagian tanah milik Bambang Rudi dengan ukuran lebar 4m dan panjang 42m.
“Jadi sekali lagi, tanah itu milik pak Bambang Rudi yang awalnya 15 tahun lalu dipinjamkan ke pasangan suami istri almarhum Sintong Pospos dan Reny Rosmauly. Karena tidak mengembalikan maka dilaporkan penyerobotan ke Polda Kalteng,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Bambang Rudi selaku pemilik tanah membenarkan apa yang disampaikan Men Gumpul. Dia menegaskan tidak ada yang namanya penutupan jalan akses masuk rumah ibadah.
Justru dia mempertanyakan tindakan Reny Rosmauly yang mendirikan warung di depan jalan yang katanya jalan akses masuk ke rumah ibadahnya. Bahkan warung itu diduga disewakannya ke orang lain.
“Jika benar jalan itu satu-satunya akses ke rumah ibadahnya kenapa ibu Reny Rosmauly mendirikan warung dan diduga disewakan ke pihak lain. Bagaimana jalan masuk dijadikan tempat berjualan, katanya jalan masuk,” ucapnya.
Meski begitu, dia berharap permasalahan itu bisa diselesaikan baik-baik dengan cara kekeluargaan. Pihaknya pun siap hadir di mana saja mediasi dilaksanakan.
“Karena bagaimanapun mereka tetangga saya. Nggak enak ribut-ribut begini sebenarnya,” pungkasnya.
Sementara itu, Suriansyah Halim selaku kuasa hukum Reny Rosmauly mengakui bahwa permasalahan yang terjadi merupakan sengketa tanah yang telah lama. Dia pun mengakui jika telah terjadi beberapa kali mediasi antara kedua belah pihak namun tidak ada titik temu sampai sekarang
Mengenai keberatan Men Gumpul dan Bambang Rudi atas tindakannya yang membongkar pagar seng itu, dia menjawab pihaknya juga tentunya keberatan atas pemasangannya yang tanpa ijin pihaknya.
“Kalau mereka mau melaporkan pembongkaran itu silahkan saja, itu hak mereka. Hanya pastinya jika mereka bikin laporan hari ini maka 1×24 jam kami akan laporkan balik karena sampai saat ini belum ada penetapan dari pengadilan yang menyebutkan tanah itu milik si A atau si B,” tegasnya.
Sewaktu ditanyakan keberatan pihak Bambang Rudi yang tidak terima permasalahan itu dikait-kaitkan dengan isu SARA, dia menyampaikan, bangunan tersebut benar-benar gereja yang sudah memiliki legalitas bukannya rumah pribadi.
“Kami bukan mengait-ngaitkan masalah individu dengan SARA, nggak. Faktanya memang di situ ada gereja. Itu memang gereja, bisa dicek dan ditanyakan dengan masyarakat sekitar, apakah itu rumah pribadi atau gereja,” sebutnya.
Dalam kesempatan itu, Ketua Penegak Hukum Rakyat Indonesia (PHRI) Kalteng ini menangkis pemberitaan yang menyebutkan kliennya telah dipanggil berkali-kali oleh penyidik Polda terkait laporan penyerobotan tanah oleh Bambang Rudi pada 16 April 2024.
“Faktanya sampai hari ini klien kami tidak pernah dipanggil. Laporan itu masih Dumas, belum ada tanggapan dari penyidik apakah laporan itu bisa naik atau tidak,” terangnya.
Di akhir wawancara, dia menyambut baik keinginan pihak Bambang Rudi agar permasalahan itu diselesaikan baik-baik dengan cara kekeluargaan. Begitu juga sebaliknya jika saling lapor.
“Kami oke-oke saja. Mau mediasi baik-baik kami oke. Kalau mau saling lapor juga oke, nggak masalah. Kami inikan fleksibel saja orangnya,” ucapnya. (fer)