Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya melakukan pemeriksaan atau sidang setempat terhadap perkara sengketa tanah yang terletak di Jalan Adonis Samad, Selasa (30/1/2024) sekitar pukul 08.00 WIB.
Selaku penggugat dalam perkara Perbuatan Melawan Hukum dengan Nomor Perkara: 116/Pdt.G/2023/PN Plk adalah Salundik Budiman Ali. Sedangkan para tergugat adalah Utomo Wijaya dan Badrun.
Tampak hadir seluruh para pihak baik Salundik Budiman Ali bersama keluarga didampingi Men Gumpul selaku kuasa pendamping. Tergugat Utomo Wijaya hadir diwakili oleh kuasa hukumnya Adrian R. Hastika dan Boby Asmarinanda. Sedangkan tergugat Badrun tidak tampak.
Persidang dipimpin langsung oleh Erhammudin selaku Ketua Majelis Hakim dan didampingi hakim anggota Yudi Eka Putra dan Sumaryono.
Persidangan terlihat alot, masing-masing pihak baik penggugat maupun tergugat mengaku sama-sama sebagai pemilik tanah yang sah. Di sisi lain, pihak kepolisian dan Babinsa terus waspada menjaga hal-hal yang tidak diinginkan.
Seusai persidangan setempat, Men Gumpul mengatakan pemilik tanah yang sebenarnya adalah Salundik Budiman Ali. Hal itu berdasarkan Surat Penunjukkan Walikotamadya Tingkat II Palangka Raya Nomor: 8/1978 tanggal 15 Desember 1978 dengan Nomor Kavling SK: SDA.05/D.I.7/IV-1979 tanggal 17 April 1979.
Namun, tanah tersebut dijual oleh Badrun kepada Utomo Wijaya seharga Rp300 juta pada 20 Januari 2013. Saat itu legalitas tanah berupa SPT Nomor Reg: 593.138/16/KP-PEM/I/2013 tanggal 18 Januari 2013.
Badrun mengklaim tanah tersebut miliknya dengan mengaku menerima hibah dari Salundik Budiman Ali pada 7 September 1989. Pemberian hibah dibarengi juga penyerahan Surat Penunjukan Wali Kotanya.
“Surat hibah itu palsu. Salundik Budiman Ali tidak pernah memberikan hibah dalam bentuk surat keterangan penyerahan tanah kepada Badrun. Termasuk juga tidak pernah memberikan Surat Penunjukan Wali Kotanya. Tanda tangan pak Salundik juga dipalsukannya,” tegas Men Gumpul.
Ketua Kalteng Watch Satgas Anti Mafia Tanah ini pun menyampaikan argumentasinya terkait tindakan pidana pemalsuan oleh Badrun.
Pada 11 Juni 2011 Badrun membuat laporan polisi mengenai kehilangan barang berupa satu lembar surat keterangan penyerahan tanah dari Salundik Budiman Ali pada 7 September 1989 dan Surat Penunjukkan Walikotamadya Tingkat II Palangka Raya Nomor: 8/1978.
Menurut Men Gumpul, laporan kepolisian itulah yang menunjukkan kebohongan besar dan tindak pidana pemalsuan yang dilakukan Badrun.
Pertama, Badrun telah membuat Surat Pernyataan Pengusaan Tanah (SPPT) pada 10 Desember 2012 dengan riwayat tanah secara beruntun adalah garapannya sendiri sejak 1977. SPPT itu kontradiktif dengan isi laporan Badrun ke kepolisian yang menyatan tanah merupakan hibah dari Salundik Budiman Ali.
Kedua, sampai saat ini surat yang asli Surat Penunjukkan Walikotamadya Tingkat II Palangka Raya Nomor: 8/1978 tanggal 15 Desember 1978 dengan Nomor Kavling SK: SDA.05/D.I.7/IV-1979 tanggal 17 April 1979 masih ada dimikili oleh Salundik Budiman Ali.
Artinya Surat Penunjukkan Walikotamadya itu tidak pernah diberikan kepada Badrun. Apa lagi hilang seperti yang dilaporkan Badrun ke kepolisian.
“Dengan demikian, surat kehilangan saudara Badrun ke Polres Palangka Raya pada 11 Juni 2011 adalah surat pernyataan yang penuh dengan rekayasa atau kebohongan atau palsu,” tegas Men Gumpul.
Dalam kesempatan itu, Ketua Kalteng Wacth ini menyampaikan bahwa kliennya telah membuat laporan ke Polda Kalteng terhadap Utomo Wijaya dan Badrun pada 12 September 2023.
Laporan ke Polda Kalteng dengan perihal dugaan tindak pidana penyerobotan tanah Pasal 385 KUHPidana, pemalsuan surat atau tanda tangan Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHPidana, membuat laporan palsu Pasal 220 KUHPidana dan Penadahan Pasal 480 KUHPidana.
“Kami meminta agar penyidik Polda Kalteng bekerja dengan profesional, jangan memihak tapi netral. Yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah,” pungkasnya.
Sementara itu, Adrian R. Hastika selaku kuasa hukum Utomo Wijaya mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi kehadiran semua pihak pada persidangan setempat tersebut.
“Pada poin persidangan setempat, Majelis Hakim ingin memastikan apakah memang ada objek yang diperkarakan dan objeknya memang ada,” ucapnya .
“Oleh karena itu Majelis Hakim mengambil keputusan sesuai hukum acara yang seharusnya bahwa BPN yang akan mengukur dan mengeluarkan satu pernyataan yang memang netral di situ,” tambahnya.
Terhadap adanya pelaporan kliennya ke Polda Kalteng, dia membenarkan. Dia pun mengakui kliennya telah hadir memenuhi panggilan dari penyidik. Kehadiran itu guna menyampaikan data dan fakta yang sudah ada. (fer)