Palangka Raya, JurnalBorneo.co.id – Ketua Kalteng Watch, Men Gumpul mengkritisi terbitnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Ditreskrimum Polda Kalteng Nomor:SPDP/10/IV/RES.1.9/2024/Ditreskrimum tertanggal 2 April 2024.
SPDP itu ditujukan ke Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalteng terkait dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana pemalsuan dan atau menggunakan surat palsu (Pasal 263 ayat (1) dan atau (2) KUHPidana) Jo Pasal 55 KUHPidana terhadap terlapor Daryana.
Dalam SPDP itu disebutkan, peristiwa dugaan pidana itu terjadi pada Januari 2020 di Jalan Erlangga Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Palangka Raya. Ketua kelompok tani (poktan) Lewu Taheta Kota Palangka Raya ini dilaporkan oleh Mujianto Ketua RW IV Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau.
Men Gumpul menilai, penyidik Ditreskrimum Polda Kalteng diduga tidak profesional dan proporsional dalam menerbitkan SPDP tersebut.
Sebabnya, sampai saat ini dirinya selaku kuasa pendamping Daryana dan kelompok tani (poktan) Lewu Taheta tidak pernah diperlihatkan alat bukti berupa surat palsu yang dijadikan bukti pelaporan tindak pidana baik oleh penyidik maupun pelapor.
Bahkan, tidak memperlihatkan juga surat palsu tersebut kepada terlapor Daryana dan anggota poktan Lewu Taheta yang ikut dipanggil dan diperiksa.
“Saya telah membaca SPDP itu yang menginformasikan perkara Daryana telah naik ke penyidikan. Berarti penyidik telah mengantongi 2 alat bukti. Terkait bukti tersebut, saya selaku kuasa pendamping Daryana dan poktan Lewu Taheta mempertanyakan mana 2 alat buktinya?,” kata Men kepada para wartawan di kediamannya di Palangka Raya, Minggu (7/4/2024) siang.
Saat jumpa pers, Men Gumpul didampingi oleh Daryana, M. Nur Suparno dan Mijan serta puluhan anggota poktan Lewu Taheta lainnya. Di ujung wawancara datang Kasi Pemerintahan dan Ketertiban Kelurahan Sabaru, Matius.
Dia menjelaskan, dari informasi yang pihaknya terima dikatakan 2 alat bukti itu berupa surat penyerahan tanah dari Alpian Angai Salman terpidana pembuat dan pengguna surat palsu yang kasusnya telah inkrah dengan vonis 3,5 tahun.
Menurut Men, alat bukti surat penyerahan tanah itu jelas-jelas yang membuat adalah terpidana Alpian Angai Salman, bukannya Daryana. Surat itu pun tidak pernah dipergunakan Daryana. Selain itu, surat itu juga telah disita oleh Kejari Palangka Raya dan dijadikan bukti dalam persidangan yang menjerat Alpian Angai Salman sehingga divonis 3,5 tahun.
Alat bukti kedua merupakan titik kordinat yang didapat penyidik Polda Kalteng. Dari titik kordinat diketahui lahan milik Daryana dan poktan Lewu Taheta berada di wilayah Kelurahan Kalampangan. Sedangkan dari data pada SPT lahan mereka berasal dari Kelurahan Sabaru.
Men Gumpul bersikeras bahwa alat bukti titik kordinat itu bukan ranahnya pidana. Tetapi itu ranahnya pemerintahan yang sifatnya administratif antara dua pemerintahan setingkat kelurahan dalam satu kecamatan sebagai penerbit SPT.
“Jika benar keduanya dijadikan alat bukti, itu konyol sekali. Berarti penyidik Polda Kalteng diduga tidak bekerja profesional. Penyidikan ini dipaksakan dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Daryana membenarkan yang disampaikan Men Gumpul. Dirinya selaku terlapor tidak pernah sekalipun ditunjukkan surat palsu yang digunakan terlapor Mujianto menjeratnya pidana meskipun telah diperiksa sebanyak satu kali.
Dia menyayangkan, sampai terbitnya SPDP dia tidak pernah diperlihatkan bukti-bukti itu oleh penyidik.
Dia mengaku, dengan adanya perkara itu membuat dirinya dan keluarga tidak merasa nyaman. Untuk itu, dia telah melaporkan balik Mujianto ke Polda Kalteng pada Senin (22/1/2024) dengan tuduhan tanpa dasar, palsu dan telah memfitnah dan mencemarkan nama baik Daryana dan warga Lewu Taheta.
Hal itu sesuai dengan Pasal 220 KUHPidana Jo Pasal 242 ayat (1) KUHPidana. Juga dengan laporan dugaan fitnah atau pencemaran nama baik yang melanggar Pasal 310 KUHPidana Jo. Pasal 311 KUHPidana.
Agar perkara itu menjadi jelas dan terang, Daryana menyebut telah menandatangani kontrak dengan advokat Pua Hardinata sebagai kuasa hukumnya.
“Kami akan melawan ketidakadilan perkara ini,” ucapnya dengan suara tegas.
Sementara itu, Kasi Pemerintahan dan Ketertiban Kelurahan Sabaru, Matius mengatakan terbitnya SPT tanah milik Daryana dan poktan Lewu Taheta telah sesuai dengan prosedur yang ditentukan. Segala persyaratan juga telah dipenuhi.
“Kami jajaran Kelurahan Sabaru telah melaksanakan sesuai tupoksi sebagai pelayanan publik. Kami tidak ada kepentingan dan tidak ada menikmati sesuatu apapun. Penerbitan SPT telah sesuai fakta-fakta yang diajukan. Tak ada SPT yang berlaku mundur, diajukan tahun 2020, kami tak membuat mundur jadi 2018,” tuturnya.
Sehubungan hasil titik kordinat yang menyatakan lahan itu masuk wilayah Kelurahan Kalampangan, dia mengatakan dari awal tanah itu digarap oleh warga Kereng Bengkirai Kelurahan Sabaru (fer)