PALANGKA RAYA, JurnalBorneo.co.id – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) DR. Fadil Zumhana menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif perkara tindak pidana dari Kejaksaan Negeri Barito Utara.
“Terdapat empat tersangka yakni berinisial MA, AR, SU dan AW,” kata Kasi Penkum Dodik Mahendra S.H., M.H., mewakili Kajati Kalteng Pathor Rahman, S.H., M.H., dalam siaran persnya di Palangka Raya, Kamis (16/3/2023.
Dodik menjelaskan, keempatnya disangka melanggar Pasal 162 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Jo Pasal 39 angka 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Atau Pasal 355 Ayat (1) KUHP.
Ekspos persetujuan penghentian dilaksanakan secara virtual. Hadir diantaranya JAM Pidum DR. Fadil Zumhana, Direktur Kamnegtibum dan TPUL , Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (Oharda), Kajati Kalteng, Wakajati Kalteng, Aspidum, dan Kajari Barito Utara.
Adapun kronologis tindak pidana yang dilakukan empat tersangka berawal pada 1 Juli 2022 sekitar pukul 10.00 WIB bertempat di Jalan Houling areal PT. Permata Indah Sinergi (PT PIS) Km.12,4 Desa Benao Hilir, Kecamatan Lahei Barat, Barito Utara, Kalteng.
Di tempat itu, mereka melakukan pemortalan jalan selama tiga hari dengan cara menancapkan kayu bulat ke tanah pada dua sisi. Ujung kayu diikat dengan tali akar lalu dibentangkan di sepanjang badan jalan.
Bukan itu saja, mereka juga memasang sebuah tenda dari terpal di tengah jalan. Tenda digunakan sebagai tempat menjaga atau mengawasi. Dengan kondisi tersebut mengakibatkan truk bermuatan batubara, truk BBM dan mobil LV tidak bisa melewati jalan.
Tujuan dari para tersangka melakukan pemortalan adalah meminta pihak PT
PIS membayar uang ganti rugi terkait pencemaran lingkungan dari sungai Potung.
Diketahui, lokasi pemortalan merupakan lahan milik A yang sudah dibebaskan pada 9 Agustus 2019 dengan harga sebesar Rp416 juta oleh PT PIS.
Dana itu diterima langsung oleh A di rumahnya di Desa Teluk Malewai, disertai dengan kwitansi dan surat penjanjian pengalihan hak atas tanah garapan nomor :106/PIS/ER.b-L.1/VIII/2019.
“Dampak dari pemortalan yang dilakukan, PT. PIS tidak dapat melakukan kegiatan atau aktifitas pertambangan,” ucap Dodik.
Lebih lanjut dia membeberkan, penghentian penuntutan diberikan dengan pertimbangan antara lain, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Kemudian, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun, barang bukti atau kerugian perkara tidak lebih dari Rp2,5 juta dan telah tercapai perdamaian antara para tersangka dan korban.
“Penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif merupakan salah satu upaya kejaksaan mendekatkan diri dengan masyarakat sesuai dengan arahan bapak Jaksa Agung,” pungkas Dodik. (Penkum Kejati Kalteng/red)